REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya tiga orang santri. Ketiganya wafat dalam musibah robohnya bangunan mushala di Pondok Pesantren al-Khoziny, Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (29/9/2025) lalu.
Kiai Cholil mengatakan, musibah yang menimpa para santri tersebut hendaknya diterima dengan penuh kesabaran.
"Saya ikut prihatin atas musibah ini. Mudah-mudahan Allah memberi kesabaran bagi keluarga dan kebaikan bagi korban," ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika, Selasa (30/9/2025).
Peristiwa tersebut juga memunculkan pertanyaan dalam perspektif keagamaan. Apakah mereka yang wafat dalam kejadian itu tergolong syuhada?
Kiai Cholil menjelaskan, dalam ajaran Islam, orang yang meninggal akibat tertimpa bangunan roboh termasuk dalam golongan syahid akhirat.
“Dalam Islam, orang yang meninggal tertimpa bangunan roboh termasuk golongan mati syahid akhirat,” ujar Kiai Cholil.
Syahid akhirat, lanjutnya, adalah kategori syahid yang tidak serta merta menggugurkan tata cara pemulasaraan jenazah. Dengan demikian, jenazah mereka tetap dimandikan, dikafani, dan dimakamkan sebagaimana umumnya jenazah Muslim yang meninggal dunia.
"Syahid akhirat, termasuk yang meninggal karena tenggelam, sakit perut, tha‘un (wabah), dan tertimpa bangunan roboh. Mereka tetap dimandikan, dishalati, dan dikuburkan sebagaimana jenazah muslim lainnya, tetapi mendapat pahala syahid di akhirat. Apalagi santri yang sedang menuntut ilmu," jelas Kiai Cholil.
View this post on Instagram