Ahad 17 Aug 2025 11:07 WIB

Makna Kemerdekaan dan Nasionalisme dalam Islam

Tanpa kemerdekaan atau hurriyah, maka tidak ada ketenangan dalam ibadah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Komunitas Mancing Aceh membawa bendera saat menuju Pulau Tuan, di desa Lamteungoh, kecamatan Peukan Bada, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Ahad (10/8/2025). Pengibaran bendera di Pulau Tuan yang memiliki keindahan terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias tersebut dalam rangka menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Komunitas Mancing Aceh membawa bendera saat menuju Pulau Tuan, di desa Lamteungoh, kecamatan Peukan Bada, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Ahad (10/8/2025). Pengibaran bendera di Pulau Tuan yang memiliki keindahan terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias tersebut dalam rangka menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR --  Sepatutnya hari kemerdekaan menjadi momentum bagi setiap warga. Dalam hal umat Muslim, untuk merenungi makna kemerdekaan dan nasionalisme dalam Islam.

Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam'iyatul Washliyah, KH Dr Masyhuril Khamis menyampaikan, kemerdekaan disebut juga "hurriyah", yang diartikan sebagai kemerdekaan jiwa, rohani dan fisik sehingga seseorang tidak terbelenggu dalam ketakutan apalagi pemaksaan.

Baca Juga

"Kita wajib menyadari bahwa kemerdekaan adalah nikmat Allah SWT, artinya seseorang wajib bersyukur dan mensyukurinya, karena dengan nikmat kemerdekaan itulah seseorang dapat hidup sejahtera rohani dan jasmani," tuturnya.

Hurriyah, lanjut Kiai Masyhuril, justru menjadi syarat ketika melaksanakan ibadah, seperti sholat dan haji. Sebab tanpa kemerdekaan atau hurriyah, maka tidak ada ketenangan dalam ibadah. "Jadi, untuk menyikapi Kemerdekaan, Islam mengingatkan agar kita membingkainya sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW," ujarnya.

Di antaranya ialah dengan meningkatkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia), misalnya tetap menghargai hak dan kewajiban sesama umat, sesama manusia, termasuk hak-hak makhluk lainnya. Selain itu juga tidak boleh berlaku sewenang-wenang, tidak menunjukkan sikap monopoli, rakus dan menindas yang lain.

"Justru kemerdekaan tersebut harus dimaknai sebagai 'hijrah' untuk kemajuan bersama, meninggalkan sifat keterbelengguan untuk merdeka tapi tetap dalam batas nilai-nilai akhlakul karimah, beradab, dan saling menghargai sesama," jelasnya.

Bicara nasionalisme dan pengejawantahannya, Kiai Masyhuril mengingatkan, Allah SWT menitipkan bumi dan isinya kepada hamba-Nya, tentu dimaksudkan agar dikelola dengan baik, adil dan produktif. Sikap melindungi, mencintai dan mengelola dengan baik, sebenarnya merupakan bagian dari sikap nasionalis.

"Sehingga nasionalis harus dimaknai sebagai suatu sikap pembelaan pada negeri yang sudah Allah titipkan pada kita untuk dikelola dan ditata dengan penuh rasa tanggung jawab. Dan kita tidak boleh merasa lebih menguasai, lebih memiliki, sehingga muncul sifat serakah, tamak dan cenderung menghalalkan segala cara untuk memiliki dan mempertahankannya," paparnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement