REPUBLIKA.CO.ID, Safar menjadi bulan kedua dalam sistem penanggalan Hijriyah. Bulan ini memiliki sejarah yang cukup unik karena dibumbui mitos dan takhayul. Pembahasan tentang sejarah Safar tidak lepas dari mitos yang berkembang pada periode masyarakat Arab sebelum datangnya Islam.
Berdasarkan penjelasan dari Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab, kata Safar memiliki dua arti yaitu bisa berarti kosong (Shafar) atau dapat juga berarti warna kuning (Shufrah). Adapun sebab penamaan Safar berkaitan dengan kebiasaan masyarakat Arab zaman dahulu yang meninggalkan rumah atau kediaman mereka (sehingga kosong) untuk berperang atau bepergian jauh.
Dikutip dari laman MUI, pendapat tersebut diceritakan dalam al-Mufasshal fi Tarikhil Arab Qablal Islam bahwa orang-orang yang ditinggal bepergian ini mengeluh sambil berkata, “Shafira an-Nasu minna shafaran (Orang-orang mengosongkan kota meninggalkan kita sebab kita miskin, kosong atau tidak memiliki harta).”
Mitos di bulan Safar
Dalam sejarahnya, masyarakat Arab Jahiliyah menganggap Safar sebagai bulan kesialan. Hal tersebut tidak lepas dari keyakinan mereka bahwa Safar adalah salah satu jenis penyakit yang bersarang di dalam perut.
Tak hanya sampai di situ, mengutip penjelasan dalam buku Mengenal Nama Bulan dan Kalender Hijriah, masyarakat Arab Jahiliyah meyakini Safar sebagai bulan yang penuh keburukan. Sebagian masyarakat berpendapat, Safar adalah jenis angin panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.
Keyakinan terhadap hal-hal tersebut yang diyakini masyarakat Arab Jahiliyah dibantahkan ketika Islam datang.