REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS— Mayoritas masyarakat di kota Sweida, Suriah, berharap kesepakatan yang dicapai dengan pemerintah akan memulihkan keamanan dan stabilitas di kota tersebut, yang telah dilanda bentrokan berdarah selama berhari-hari.
Hal ini disampaikan Pemimpin Spiritual Komunitas Druze, Youssef Jarboua, dikutip dari Aljazeera, Kamis (17/7/2025).
Setelah berhari-hari bentrokan mematikan, kedua belah pihak pada Rabu (17/7/2025) mengumumkan kesepakatan gencatan senjata untuk menempatkan pos-pos pemeriksaan keamanan di Sweida dan mengintegrasikannya secara penuh ke dalam negara Suriah.
Al-Jarboua menekankan keyakinannya bahwa jika perjanjian tersebut diajukan ke referendum publik di antara masyarakat provinsi Sweida, hasilnya akan menjadi mayoritas yang mendukungnya.
Perjanjian ini didukung oleh mayoritas penduduk Sweida dan para pemimpin spiritual.
Hal tersebut setelah krisis baru-baru ini menegaskan kepada mereka bahwa bergabung dengan negara adalah satu-satunya cara untuk memulihkan keamanan dan stabilitas, kata Jarboua dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera.
Pemimpin Druze Hikmat al-Hijri, yang telah berperang melawan pasukan pemerintah dengan bantuan Israel, menolak kesepakatan yang diumumkan dan mengatakan bahwa dia akan terus berjuang sampai semua wilayah kota dibebaskan.
BACA JUGA: Heboh, Hacker Iran Bongkar dan Sebar Biografi Ribuan Warga Israel Terkait Militer
Al-Hijri lebih lemah dari pemerintah
Al-Hijri mendapat dukungan dari sebagian penduduk Sweida, tetapi tidak mewakili mayoritas penduduk kota, menurut Jarboua.
Bentrokan yang terjadi baru-baru ini menegaskan ketidakmampuan faksi yang dipimpin oleh al-Hijri dalam menghadapi pasukan pemerintah dan membuat kota tersebut jatuh ke dalam kekacauan, pembunuhan, dan kehancuran.