REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG SELATAN -- Sore itu, wajah Paiman tampak semringah. Di bawah langit Desa Karanganyar, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, pria berusia 42 tahun itu berbagi kisah hidupnya dengan penuh semangat.
Saat berbincang santai di kandang maggot miliknya, ia mengucap syukur yang dalam atas hidup yang kini lebih layak.
"Alhamdulillah, sekarang bisa hidup normal, bisa istirahat dengan tenang," ujar Paiman kepada Republika.co.id di kandang maggotnya, Selasa sore (20/5/2025).
Tiga tahun belakangan, Paiman dikenal sebagai pelopor budidaya maggot di desanya. Larva lalat tentara hitam (black soldier fly/BSF) ini tak hanya menghasilkan rupiah, tetapi juga membantu mengurangi sampah rumah tangga di lingkungannya.
Semua bermula pada 2018. Kala itu, Paiman mencoba membudidayakan maggot di dapur rumahnya. Skalanya kecil, hasilnya pun tak seberapa.
Maggot-maggot itu ia jual ke para pemancing dan peternak ikan hias. Selebihnya, ia masih harus bekerja sebagai kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Kalau dulu kurang jelas pendapatannya, yang penting cukup buat makan," kenangnya.
Titik balik datang pada 2023, ketika Paiman mendapat bantuan dari program Maggotin yang diinisiasi Dompet Dhuafa. Program ini mendorong pengelolaan sampah organik menjadi budidaya maggot yang produktif dan berkelanjutan.
Lewat program itu, Paiman dibantu membuat kandang maggot, kolam lele permanen, serta modal awal usaha. Sejak itu, roda kehidupannya berputar ke arah yang lebih baik.
"Sekarang bisa sekolahkan anak, itu yang penting," ujarnya menahan haru.