REPUBLIKA.CO.ID, HAMILTON -- Direktur Eksekutif Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), Catherine Russell, pada Jumat (2/5) menyuarakan keprihatinan serius atas memburuknya kondisi anak-anak di Jalur Gaza di tengah blokade bantuan yang terus diberlakukan oleh Israel.
“Selama dua bulan terakhir, anak-anak di Jalur Gaza menghadapi gempuran tanpa henti, dan kehilangan akses terhadap kebutuhan pokok, layanan dasar, dan perawatan yang menyelamatkan nyawa," kata Russell.
"Setiap hari berlalu di tengah blokade bantuan, membuat mereka semakin terancam kelaparan, penyakit, dan kematian -- tak ada yang bisa membenarkan ini,” katanya melanjutkan.
Russell menyoroti tantangan besar yang kini dihadapi keluarga-keluarga di Gaza, mulai dari lahan pertanian yang hancur, terbatasnya akses ke laut, hingga kelangkaan pangan dan air bersih.
“Toko roti tutup, produksi air menurun, dan rak-rak pasar nyaris kosong. Bantuan kemanusiaan selama ini menjadi satu-satunya harapan hidup bagi anak-anak, dan kini stoknya hampir habis,” ujarnya.
Menurut badan PBB tersebut, lebih dari 75 persen rumah tangga di Gaza melaporkan penurunan akses terhadap air bersih.
“Mereka tidak memiliki cukup air untuk diminum, tidak bisa mencuci tangan saat dibutuhkan, dan sering kali dipaksa memilih antara mandi, membersihkan rumah, atau memasak,” kata Russell.
UNICEF juga memperingatkan tentang penyebaran penyakit secara cepat dan meningkatnya angka malnutrisi, terutama pada anak-anak di bawah usia lima tahun.
“Vaksin semakin menipis dan penyakit mulai menyebar -- terutama diare akut berair, yang kini menyumbang 1 dari setiap 4 kasus penyakit yang tercatat di Gaza. Sebagian besar penderitanya adalah anak-anak di bawah lima tahun, yang berisiko tinggi kehilangan nyawa,” jelasnya.
“Kasus malnutrisi juga meningkat. Sejak awal tahun, lebih dari 9.000 anak telah dirawat karena malnutrisi akut,” tambah Russell.