Kamis 24 Apr 2025 15:08 WIB

Hubungan Antara Takdir dan Ikhtiar

Takdir adalah hukum sebab-akibat yang berlaku secara pasti di bawah pengawasan Allah.

ILUSTRASI Memohon kepada Allah
Foto: Pixabay
ILUSTRASI Memohon kepada Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata takdir berasal dari bahasa Arab, taqdir, yang dari bentuk qadara-yuqaddiru-taqdir. Artinya, 'ukuran', 'ketentuan', 'kemampuan', atau 'kepastian.'

Kata ikhtiar pun berasal dari bahasa Arab. Akar katanya memunculkan khayr, yang berarti 'baik.' Mengutip buku Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, kata ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai 'memilih yang lebih baik di antara apa yang ada.'

Baca Juga

Bagaimana hubungan antara takdir dan ikhtiar? Sebagai orang Islam, kita meyakini Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu. Dalam kehidupan di dunia, manusia mengalami banyak kejadian. Ada di antaranya yang tak dapat ditolak. Sebab, memang begitulah hukum kausalnya.

Takdir dapat didefinisikan sebagai hukum sebab-akibat yang berlaku secara pasti di bawah pengawasan Tuhan. Namun, ada pula di antara hal-hal itu yang dapat diupayakan agar dihindari. Di sanalah letak ikhtiar.

Misalnya, ketika seorang Muslim hendak mencari nafkah. Ia dapat berikhtiar menghindari pekerjaan yang haram. Caranya, dengan memilih pekerjaan yang halal serta baik.

Dalam Alquran, ada tiga pokok persoalan tentang takdir. Pertama, takdir Allah berlaku pada fenomena alam. Artinya, hukum yang berlaku objektif sehingga kausalitas alam dapat dipahami dan diperkirakan oleh manusia.

Kedua, sunnatullah. Ini berkaitan dengan hukum sosial yang di dalamnya manusia terlibat. Ketiga, efek takdir yang baru dapat diketahui kelak di akhirat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Pada poin ini, iman berperan penting agar seseorang dapat memahaminya. Ada enam perkara rukun iman. Salah satunya berkaitan dengan qadha dan qadar.

Manusia yang merupakan bagian dari alam ini dan juga berada di bawah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dalam menjelaskan kemutlakan Tuhan ini, Abu Hasan al-Asy'ary dalam kitab Al-Ibanah an Usul ad-Dinayah ("Uraian tentang Prinsip-Prinsip Agama") menyatakan, Allah SWT tidak tunduk kepada siapapun. Tidak ada zat apa pun di atas Allah yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat oleh Allah dan apa yang tidak boleh dibuat. Memahami takdir adalah menyadari Kemahakuasaan Allah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement