Jumat 11 Apr 2025 07:20 WIB

LBH PP Muhammadiyah Minta Jaksa Tetap Diberikan Wewenang Penyidikan Korupsi

Penyidik dari unsur Kejaksaan harus tetap diberikan wewenang dalam menangani korupsi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kejaksaan (ilustrasi)
Foto: [ist]
Kejaksaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih menyoroti RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera dibahas dalam rapat paripurna oleh Komisi III DPR RI, khususnya yang terkait dengan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Dia mengatakan, penyidik dari unsur Kejaksaan harus tetap diberikan wewenang dalam menangani kasus Tipikor bersama KPK dan kepolisian. Hanya saja, kata dia, perlu diatur mekanismenya. 

Baca Juga

"Jadi menurut saya tetap kewenangan penyidikan dalam kasus Tipikor harus diberikan kepada Kejaksaan, hanya saja supaya tidak tumpang tindih perlu diatur mekanismenya," ujar Ikhwan kepada Republika.co.id, Kamis (10/4/2025). 

Selama ini, menurut dia, mekanismenya hanya dalam bentuk MoU. Jika misalnya KPK sudah masuk menangani sebuah kasus korupsi, maka aparat penegak hukum lainnya tidak bisa masuk. 

"Itu kan dalam MoU. Nah harusnya dalam KUHAP ini juga diatur mengenai itu. Misalnya, kewenangan KPK dibatasi hanya untuk yang level besar, tapi kalau Kejaksaan dan kepolisian kan tidak dibatasi. Level apapun bisa masuk," ucap Ikhwan.  

Dia menjelaskan, sebenarnya KPK sendiri memang dibentuk sebagai trigger mechanism untuk mendorong polisi dan jaksa agar lebih bersih dan progresif dalam melakukan penegakan hukum. Selain itu, menurut dia, KPK juga memiliki fungsi supervisi. 

"Makanya sebenarnya KPK itu bisa melakukan supervisi dalam UU KPK terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan," kata Ikhwan. 

"Nah kewenangan-kewenangan seperti itu yang mestinya yang perlu dielaborasi dalam KUHAP supaya sinergis," ucap dia. 

Jika nantinya kewenangan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi dicabut, menurut dia, maka DPR telah menghapus salah satu instrumen penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.   

Dia mengatakan, DPR seharusnya memiliki inisiatif untuk memperkuat kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi, bukan malah sebaliknya. 

"Jadi kalau misalnya ada upaya sebaliknya, ya berarti kan sapunya untuk membersihkan korupsi kan diamputasi satu," kata Ikhwan. 

"Dengan melihat keadaan yang sekarang ini semestinya kan DPR punya inisiatif untuk menambahkan ketentuan mengenai kewenangan Kejaksaan dalam melakukan pemberantasan korupsi," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement