REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Genosida yang dilakukan Israel memunculkan dampak yang buruk terhadap keberlangsungan SDM berkualitas di negeri zionis tersebut. Orang-orang yang berkapasitas tinggi, yaitu para pengusaha yang membangun ekonomi nasional dan ahli teknologi yang menghadirkan banyak terobosan untuk kemudahan hidup lebih memilih angkat kaki dari Israel.
Pilihan tersebut muncul karena mempertimbangkan situasi keamanan di Israel yang tidak menentu. Juga perang yang penuh kezaliman yang sangat merugikan warga Palestina. Perang yang penuh dengan penindasan dan keserakahan rezim Netanyahu.
Saluran Israel 13 mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa 1.700 jutawan meninggalkan entitas pendudukan Israel di Palestina yang diduduki selama setahun terakhir.
Saluran tersebut mengutip para ahli yang mengatakan bahwa hal ini merupakan "pukulan nyata bagi ekonomi Israel."
Dalam konteks terkait, surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengutip Otoritas Inovasi Israel yang mengatakan bahwa sekitar 8.300 pekerja teknologi tinggi telah meninggalkan entitas yang diduduki itu sejak pecahnya perang hingga Juli 2024.
Surat kabar itu melaporkan bahwa jumlah mereka yang keluar mewakili sekitar 2,1% dari total tenaga kerja di bidang teknologi tinggi Israel, menggambarkan situasi tersebut sebagai "sangat mengkhawatirkan" dan menjelaskan keadaan pekerjaan di bidang teknologi tinggi pada tahun 2025.