REPUBLIKA.CO.ID, Lembaga amil zakat kini tak sekadar menyalurkan dana untuk program sosial. Lembaga zakat juga menstimulus kegiatan ekonomi berupa kegiatan kewirausahaan agar para mustahik bisa mandiri.
Hanya, masih ada perdebatan apakah dana zakat boleh diinvestasikan atau tidak? Bukankah menginvestasikan dana zakat bisa berisiko menimbulkan kerugian sehingga dana untuk para mustahik menjadi berkurang? Siapa yang akan menanggung kerugiannya jikalau hasil investasi tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan?
Sebenarnya Allah SWT dalam Alquran sudah memberi batasan mengenai siapa yang berhak mendapatkan dana zakat. "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (QS at-Taubah [9] :60).
Ini menjadi dalil dari delapan asnaf sebagai golongan yang berhak mendapatkan zakat. Mereka adalah fakir, miskin, amil (pengelola zakat), gharimin (orang yang berutang), mualaf (baru masuk Islam), budak, fi sabilillah (pejuang di jalan Allah), hingga ibnu sabil (pengembara).
