REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mengatasi fenomena Islamofobia butuh langkah nyata. Islamofobia lahir dari luka lama antara Islam dan Barat. Oleh karena itu, untuk menutup celah Islamofobia, perlu menciptakan kontra narasi.
Hal ini diungkap Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Republik Indonesia Anis Matta yang menjadi pembicara pertama dalam Webinar Nasional “Say No To Islamophobia!” pada Sabtu (15/3/2025) siang yang digelar cendekiawan Muslim Indonesia Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) melalui UBN Podcast.
Acara yang diikuti lebih dari lima ratus peserta ini digelar dalam rangka peringatan The International Day to Combat Islamophobia yang dicetuskan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2022 lalu.
"Indonesia bisa menjadi pelopor atau mengambil peran kepemimpinan dalam melawan isu Islamofobia, bukan mengulangi trauma sejarah masa lalu. Tetapi menghentikan trauma sejarah itu dan menciptakan satu kontra narasi Islamofobia," ungkap Anis.
Kontra narasi yang dimaksud Anis adalah menghadiri Islam rahmatan lil alamin. Ada tiga narasi yang bisa diwujudkan dalam kehidupan berbangsa bernegara.
"Menurut saya, ada tiga narasi yang jika bertemu satu titik keseimbangan itu menjadi model yang sangat menginspirasi masyarakat dunia. Yaitu Islam, demokrasi dan kesejahteraan," jelas Ketua Umum Partai Gelora ini.
Anis menilai Indonesia berpeluang mampu menyatukan tiga narasi itu dalam satu titik keseimbangan. Sehingga hal ini diyakini mampu mengakhiri konflik narasi antara Islam dan Barat.
BACA JUGA: Berkat Kecerdasan Ilmuwan Iran, Program Nuklir tak Dapat Diserang atau Dibom Sekalipun
Dikatakan Anis, Islam ditakuti karena menjadi sumber inspirasi kekerasan. Manakala Indonesia mampu memposisikan sebagai negara muslim yang demokratis dan sejahtera maka tidak ada lagi gelombang Islamofobia.
"Ini akan menjadi kontra narasi Islamofobia yang sangat efektif. Bahwa di negara muslim terbesar ini tidak ada ketakutan seperti itu. Islam tidak menjadi sumber kekerasan di sini. Tetapi justru Islam menjadi sumber inspirasi perdamaian," ujar Anis.