Sabtu 28 Dec 2024 10:20 WIB

Tak Sekadar Penuhi Kewajiban Shalat

Untuk hadirkan kekhusyukan, pahami makna dan arti bacaan shalat.

Shalat (ilustrasi).
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Shalat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalat yang kita lakukan akan berpahala jika diterima di sisi Allah SWT. Untuk itu, syarat dan rukun shalat harus kita penuhi sehingga menjadi shalat yang bernilai.

Sebagai ibadah yang merupakan tiang agama, shalat memiliki ruh yang harus kita hadirkan, yaitu khusyuk. Terkait hal tersebut, Allah SWT berfirman, “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS al-Mukminun [23]: 1-2).

Baca Juga

Dengan menghadirkan kekhusyukan, maka kita akan merasakan nikmatnya shalat. Sebaliknya, tanpa kekhusyukan, maka kita akan merasakan kebosanan dan kemalasan sehingga merasa sangat berat untuk melakukan shalat.

Salah satu usaha agar kita bisa khusyuk adalah memahami makna atau arti bacaan dalam shalat, dari "takbiratul ihram" hingga "salam".

Tumakninah atau ketenangan juga dibutuhkan, yaitu ketenangan saat melakukan gerakan-gerakan shalat. Ketenangan inilah yang akan tetap kita rasakan bahkan saat kita selesai shalat.

Di samping kekhusyukan, kita juga harus menyertai shalat dengan keikhlasan, yaitu menghaturkan ibadah kita semata-mata hanya pada Allah SWT dan hanya mengharap balasan atau penilaian dari-Nya.

Secara bahasa, kata "ikhlas" berasal dari kata "akhlasha" yang artinya memurnikan. Maksudnya adalah memurnikan ibadah dari sifat riya dan syirik.

Bahkan, keikhlasan adalah syarat diterimanya sebuah amal ibadah, sebagaimana firman Allah SWT, “Mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istiqamah), melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS al-Bayyinah [98]: 5).

Orang yang melakukan shalat dengan ikhlas, maka ia tidak peduli dengan penilaian orang lain. Tujuan utamanya adalah keridhaan dan pahala dari Allah SWT.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Itulah motivasi terbesar yang akan mengalahkan motivasi lainnya yang sifatnya duniawi. Pujian manusia tidak akan membuatnya berbangga hati. Begitu juga cacian mereka tidak menjadikannya malas beribadah.

Selanjutnya, agar shalat diterima di sisi Allah SWT, kita harus membebaskannya dari sifat ujub (bangga). Sifat bangga ini akan membinasakan seseorang, karena ia sudah merasa paling baik dan merendahkan ibadah shalat orang lain.

Padahal seharusnya ia melakukan introspeksi, bertanya pada diri sendiri tentang kualitas ibadahnya. Bukan malah sibuk menilai ibadah orang lain dan merendahkannya.

Itulah mengapa setiap selesai shalat, kita dianjurkan mengucapkan istighfar sebagai pengakuan bahwa ibadah yang kita lakukan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kita meminta ampun pada Allah SWT atas kelancangan dan kekurangan sehingga mudah memperbaiki diri sendiri.

photo
Infografis kesalahan ketika menunaikan shalat. - (Republika.co.id)

sumber : Hikmah Republika oleh Nawawi Efendi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement