Rabu 20 Nov 2024 05:46 WIB

Takut Roket Hizbullah, Pemukim Israel Ogah Kembali ke Utara

Pagi di utara kerap dimulai dengan serangan drone.

Pekerja kota mengibarkan bendera Israel menutupi bangunan rusak yang terkena roket yang ditembakkan dari Lebanon, di Kiryat Bialik, Israel utara, pada Ahad, 22 September 2024.
Foto: AP Photo//Ariel Schalit
Pekerja kota mengibarkan bendera Israel menutupi bangunan rusak yang terkena roket yang ditembakkan dari Lebanon, di Kiryat Bialik, Israel utara, pada Ahad, 22 September 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV — Sebanyak 82,5 persen dari responden warga Israel percaya bahwa situasi keamanan sekarang akan menghalangi kembalinya para pemukim ke wilayah utara Palestina yang diduduki, demikian ungkap Institut Studi Strategis Nasional Israel (INSS).

Selain itu, sebanyak 45% percaya jika negara penjajah tersebut harus berupaya keras untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Lebanon untuk menjamin kebutuhan keamanan pendudukan. Sementara itu, ada 24% warga Israel telah mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri. Kemudian, hanya 29% yang mengatakan bahwa mereka akan mendorong anak-anak mereka untuk mendaftar sebagai tentara pendudukan Israel. 

Baca Juga

Mengenai gencatan senjata, sebanyak 86% meragukan bahwa Rusia akan mempertimbangkan kepentingan keamanan Israel jika mereka memainkan peran penting dalam membangun kesepakatan dengan Lebanon. 

Dalam konteks ini, Moshe Davidovich, kepala Forum Pemukiman Garis Depan di wilayah utara Palestina yang diduduki, sebelumnya menggambarkan, sepinya wilayah utara disertai dengan potensi kepanikan yang disebabkan oleh intensitas serangan roket dan pesawat tak berawak dari Lebanon selama tiga hari terakhir.

Davidovich mengatakan kepada Channel 12, pagi kerap dimulai dengan serangan pesawat drone. Serangan tersebut  sekarang telah menjadi rutinitas. Davidovich mencatat bahwa seiring berjalannya waktu, tekanan Hizbullah terus meningkat.

Ia melanjutkan, “Kami ingin membawa para pemukim kembali ke utara, tetapi ketenangan harus dipulihkan terlebih dahulu, yang belum terjadi,"ujar dia seraya menambahkan bahwa situasi keamanan yang masih sensitif, dengan ketegangan yang sangat tinggi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement