REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mudzakarah Perhajian Indonesia yang digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag) di IAI Persis Bandung pada 7-9 November 2024 menghasilkan keputusan yang berbeda dengan Fatwa Ijtima Ulama yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal haji.
Berdasarkan hasil keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024, para ulama memutusakan bahwa hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lain adalah boleh.
"Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah yang berangkat pada tahun berjalan adalah ibahah (boleh)," dikutip dari hasil keputusan Mudzakarah.
Penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH Calon Jamaah Haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jamaah haji masa tunggu maupun jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan dan memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jamaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yangakan berangkat pada tahun berjalan.
"Pemerintah (BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syari’ah, skalaprioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur," kata hasil keputusan tersebut.
Sementara itu, MUI memutusakan hasil investasi yang bersumber dari setoran awal biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) calon jamaah adalah haram saat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain. Hal itu termaktub dalam keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima' Ulama/VIII/2024.
"Pengelola keuangan haji yang menggunakan hasil investasi dari setoran awal biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jamaah lainnya berdosa," dikutip dari buku "Konsensus Ulama Fatwa Indonesia" yang diterbitkan MUI.
Selain itu, MUI juga menilai pengelolaan dana haji yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) bak skema Ponzi. Skema itu merugikan jamaah karena menggunakan dana setoran jamaah yang mengantre selanjutnya. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, pengelolaan skema tersebut harus dihentikan.
Dasar hukum MUI dalam mengeluarkan fatwa ini bersandar pada surah Al Baqarah ayat 188 dan 196, surah An Nisa ayat 58, dan surah Al Maidah ayat 1. Adapun dari hadits, MUI mengacu pada hadits tentang tidak halal menggunakan harta orang lain seizinnya, hadits perintah menunaikan amanah, hadits akad wakalah SAW, dan hadits tentang keutamaan bekerja sama antarsesama muslim.