REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Kementerian Keamanan Nasional Israel yang dipimpin oleh ekstremis Itamar Ben-Gvir, pada hari Senin (26/8/2024) mengklaim bahwa orang Yahudi memiliki hak untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa. Ben-Gvir mengungkapkan, jika dirinya bisa maka akan membangun sinagoge di lokasi tersebut. Pernyataan Ben-Gvir tersebut menimbulkan kecaman.
"Kebijakan tersebut mengizinkan doa di Temple Mount (Masjid Al-Aqsa). Ada hukum yang sama untuk orang Yahudi dan Muslim. Saya akan membangun sinagoge di sana,” kata Ben-Gvir yang disiarkan Radio Angkatan Darat Israel, dikutip dari laman Palestine Chronicle, Rabu (28/8/2024).
Menyusul laporan Radio Angkatan Darat Israel, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan yang mengatakan, “Tidak ada perubahan pada status quo di Temple Mount.”
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada Senin lalu mengutuk keras pernyataan Ben-Gvir serta serangan dan penodaan yang sedang berlangsung di halaman Masjid Al-Aqsa oleh kelompok pemukim ekstremis dan menteri Israel.
Dalam sebuah pernyataan, OKI mengatakan bahwa pihaknya menganggap tindakan-tindakan ekstremis itu sebagai pelanggaran berkelanjutan terhadap kesucian tempat-tempat suci dan kebebasan beribadah. Pasukan pendudukan (yakni Israel yang menjajah Palestina) melakukan pelanggaran terang-terangan terhadap Konvensi Jenewa dan hukum internasional.
OKI menekankan bahwa semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pendudukan Israel untuk meyahudikan kota Al-Quds yang diduduki tidak memiliki dasar hukum dan dianggap melanggar hukum internasional dan resolusi-resolusi yang sah secara internasional.
Awal bulan ini, Ben-Gvir bersama dengan seorang menteri pemerintah lainnya dan ribuan pemukim Yahudi, menyerbu halaman masjid, di bawah perlindungan pasukan pendudukan Israel. Selama penyerbuan tersebut, Ben-Gvir dilaporkan mengklaim bahwa kemajuan signifikan telah dicapai dalam memaksakan kedaulatan dan otoritas Israel atas apa yang disebutnya Temple Mount.
Ben-Gvir menyatakan, "Kebijakan kami adalah mengizinkan doa orang Yahudi di sini (Masjid Al-Aqsa)."
Status quo di Masjid Al-Aqsa adalah situasi yang ada sebelum Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, di mana Wakaf Islam Yerusalem, yang berafiliasi dengan Kementerian Wakaf Yordania, bertanggung jawab untuk mengelola urusan masjid.
Namun, pada tahun 2003, otoritas Israel mengubah status ini dengan mengizinkan pemukim Yahudi memasuki Masjid Al-Aqsa tanpa persetujuan dari Wakaf Islam, yang menuntut diakhirinya penyerbuan ini, lapor Anadolu.