REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jatuhnya Konstantinopel (kini Istanbul, Turki) menjadi salah satu perkara yang sudah dinubuatkan Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik amir (pemimpin) adalah amir yang memimpin penaklukannya. Sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkannya.”
Hadis yang mengandung nubuat itu menjadi pengobar semangat para pemimpin Muslim selama ratusan tahun. Mereka berlomba-lomba menjadi sosok yang disebut oleh Rasulullah SAW.
Kekhalifahan Bani Umayyah adalah daulah Islam pertama yang mengupayakan penaklukan atas Konstantinopel. Dinasti yang didirikan Muawiyah bin Abi Sufyan itu mulai melancarkan pengepungan terhadap ibu kota Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) tersebut sejak tahun 674 M.
Beberapa bulan sebelumnya, kekhalifahan yang berpusat di Damaskus itu dapat menguasai sejumlah wilayah pantai Thrace--kawasan Eropa yang berbatasan langsung dengan jantung Bizantium.
Hal itu terwujud dengan dukungan armada laut yang dirintis Muawiyah ketika dirinya masih menjabat gubernur Damaskus era Khulafaur Rasyidin.
Sarjana Romawi dari abad kedelapan, Theophanes, menuliskan kesaksiannya, Setiap hari, pertempuran antara kedua belah pihak terjadi dari pagi hingga sore.
Kontak senjata berlangsung di kawasan luas antara luar benteng Tanduk Emas (Golden Horn) dan Kyklobion. Kekuatan keduanya cukup seimbang.
Pasukan Arab berhasil mendirikan benteng di Aydincik (Cyzicus). Di kala musim semi, mereka akan menyeberangi Laut Marmara untuk menggempur tembok Kota Konstantinopel.
Sesudah itu, balatentara Muslimin ini akan mundur untuk menghabiskan musim dingin di Cyzicus. Demikianlah, operasi militer Umayyah itu dilakukan secara periodik selama tujuh tahun berturut-turut.
Salah satu momen yang tercatat dalam periode tersebut adalah pengerahan pasukan yang dipimpin Yazid bin Mu'awiyah.
Putra pendiri Dinasti Umayyah itu berangkat dari Damaskus untuk membantu Fadhallah bin Ubaid al-Anshari dalam menghadapi pasukan Bizantium di darat. Dia bersama dengan sejumlah tokoh senior, termasuk Abu Ayub al-Anshari.
Rombongan Yazid tiba di Benteng Cyzicus saat musim dingin. Begitu memasuki musim semi, 100 ribu orang pasukannya bergabung dengan bala tentara Fadhallah. Seluruh prajurit Muslimin ini kemudian mengepung Konstantinopel selama beberapa bulan.
Dalam sebuah pertempuran, Abu Ayub al-Anshari gugur. Sebelum menghembuskan napas terakhir, sahabat Nabi SAW itu sempat berwasiat agar jasadnya dikebumikan di tanah Konstantinopel.
“Sebab, aku ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik amir, yang memimpin sebaik-baik pasukan, penakluk Konstantinopel, sebagaimana telah diisyaratkan Rasulullah SAW,” katanya.
Wasiat itu baru terpenuhi ratusan tahun kemudian ketika era Turki Utsmaniyah. Pada 1458 M Mehmed al-Fatih memerintahkan pemindahan kuburan syuhada tersebut ke lokasi yang sesuai dengan pesan almarhum.
Untuk mengenang perjuangannya, sang sultan Turki juga membangun Masjid Abu Ayub al-Anshari di dekat makam tersebut. Itulah masjid pertama yang dibangun kesultanan tersebut pascakemenangan atas Bizantium.