REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesudah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah dengan kubu Quraisy pada tahun kedelapan Hijriyah, Nabi Muhammad SAW mulai mengirimkan surat kepada raja-raja non-Arab. Di antara mereka yang dikirimi surat itu ialah kaisar Bizantium dan raja Persia.
KH Moenawar dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (jilid IV) menjelaskan momen ini. Tiap surat Rasulullah SAW itu bertujuan untuk mengajak mereka masing-masing masuk Islam.
Surat Nabi SAW kepada Heraklius, pemimpin Bizantium, dibawa oleh Dihyah al-Kalbi. Walau menerimanya dengan penuh penghormatan, sang kaisar tetap enggan menjadi Muslim.
Raja Kisra, Abrawiz, juga menolak masuk Islam. Bedanya, cara yang ia tunjukkan begitu angkuh. Pemimpin Persia itu bahkan merobek surat Rasulullah SAW.
Ia marah karena surat itu dibuka dengan bacaan basmalah, bukan puja-puji kepada penguasa Persia. Abdullah bin Huzafah sebagai duta Nabi SAW juga diperlakukan secara hina.
Begitu mengetahui kabar ini, Nabi Muhammad SAW berdoa, “Allah, pecah-belahlah oleh Engkau kerajaan Kisra.”
Masih dalam keadaan murka, raja Persia ini menyuruh menterinya untuk menulis surat kepada gubernur Yaman saat itu, Badzan bin Sasan. Untuk diketahui, Yaman saat itu termasuk wilayah Persia.
Badzan diperintahkan untuk segera menangkap dan membawa Nabi Muhammad SAW kepadanya. Kisra ingin menghukum Rasulullah SAW, yang dinilainya telah keterlaluan karena tidak memuja-muji dirinya.
Baca selanjutnya >>>