Masa muda Al-Razi dipenuhi dengan beragam kisah yang menarik. M Syarif dalam buku Para Filosof Muslim menjelaskan, Al-Razi tercatat pernah menjadi tukang intan, penukar uang, hingga pemain kecapi di masa mudanya. Kemudian, Al-Razi meninggalkan musik untuk mempelajari lebih dalam tentang sains, khususnya ilmu kimia.
Menjelang usia ke 40, Al-Razi kemudian meninggalkan kimia sebab matanya terserang penyakit akibat eksperimen yang dilakukannya yang menyebabkannya mencari dokter dan obat-obatan. Itulah sebabnya sebagaimana dituturkan Al-Biruni, Baihaqi, dan lainnya.
Al-Razi mempelajari ilmu kedokteran dan obat-obatan. Ia sangat rajin belajar dan bekerja di siang dan malam hari. Gurunya dalam bidang ini adalah Ali bin Rabban At-Thabari yang merupakan seorang dokter dan filsuf.
Sosok Al-Razi memang istimewa, di samping menguasi beragam ilmu seperti musik, kimia, dan kedokteran, dia juga mempelajari filsafat. Pada masa Khalifah Muktafi, Ar-Razi pergi ke Baghdad dan memimpin sebuah rumah sakit. Waktu-waktu yang dilalui oleh Ar-Razi selalu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Jika tidak bersama murid dan pasiennya, ia selalu menggunakan waktunya untuk menulis dan belajar.
Al-Razi sangat menghargai ilmu pengetahuan yang sudah ada dan mempelajari karya-karya ilmuwan terdahulu, baik dari dunia Islam maupun Yunani. Dia tidak hanya menerima apa yang diajarkan oleh pendahulunya atau seniornya, tetapi juga mengkritisi dan memverifikasi kebenaran pengetahuan tersebut.
Salah satu ciri khas dari metode belajar Al-Razi adalah ketelitian dalam observasi klinis. Dia percaya bahwa setiap penyakit harus diamati dengan cermat, mencatat gejala-gejala pasien secara rinci, dan memahami bagaimana penyakit berkembang dari waktu ke waktu.
Al-Razi juga sering melakukan eksperimen untuk menguji teori-teori medis. Dia juga menerapkan prinsip-prinsip empirisme, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung. Misalnya, dalam mengembangkan pengobatan baru, ia menguji efektivitas berbagai zat pada pasien.
Dalam belajar, Al-Razi tidak hanya fokus pada kedokteran, tetapi juga mendalami ilmu-ilmu lain seperti kimia, filsafat, dan logika. Pengetahuan lintas disiplin ini membantunya mengembangkan pendekatan medis yang lebih holistik.
Al-Razi dikenal sebagai pemikir kritis yang tidak ragu untuk mengkritisi pendapat medis yang dominan. Dalam karyanya, ia sering kali memberikan analisis dan kritik terhadap karya-karya sebelumnya, serta menawarkan solusi atau teori baru.
Pentingnya etika dalam kedokteran..