Senin 19 Aug 2024 07:42 WIB

UFS: Tiga Noda Cemari Peringatan HUT RI ke-79

HUT RI ke-79 ini dinodai hasrat diskriminatif dan Islamofobia.

Rep: Muhyiddin, Hasanul Rizqa/ Red: Erdy Nasrul
Anggota Paskibraka 2024 melakukan upacara penurunan bendera dalam rangka HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Foto:

"Seharusnya mereka menjadi garda terdepan untuk merawat dan menyuburkan spirit anti penjajahan yang telah ditenamkan oleh para pendiri bangsa kita," ucap dia.

Ketiga, peringatan HUT RI ke-79 proklamasi kemerdekaan tahun ini juga telah dinodai oleh hasrat liberalisasi seks remaja dengan kedok penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja agar mereka terhindar dari seks bebas. Tetapi, kata Ustadz Fahmi Salim, negara justru memfasilitasi pembagian kondom.

Padahal, menurut dia, negara ini harusnya menjadi garda terdepan untuk menyuburkan nilai ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila.

"Tunjukkan satu bukti bahwa pembagian kondom itu sesuai dengan sila pertama dan sila yang kedua. Karena praktik seks bebas perzinahan di kalangan generasi muda kita jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab," kata Ustadz Fahmi Salim. 

Sakralitas 17 Agustus hari Jumat

Bukan hanya peristiwa Pembebasan Makkah (Fath Makkah) yang terjadi pada bulan Ramadhan, tepatnya di kedelapan Hijriyah. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pun berlangsung pada bulan puasa.

Momen yang amat bersejarah itu terjadi pada 17 Agustus 1945 M atau bertepatan dengan hari Jumat, pukul 10.00 WIB pada 9 Ramadhan 1364 H.

Naskah teks proklamasi dituliskan oleh tangan Sukarno, dengan beberapa perbaikan kalimat atas usulan sejumlah tokoh lainnya, termasuk Ahmad Subardjo. Kemudian, hasil tulisan tangan itu diketik oleh Sayuti Melik. Setelah jadi, hasilnya ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta, keduanya atas nama bangsa Indonesia. Semua momen krusial ini dilakukan pada waktu jam makan sahur di bulan Ramadhan 1364 H.

Mohammad Hatta menuturkan situasi malam itu di rumah Laksamada Tadashi Maeda, seorang Jepang yang bersimpati pada pergerakan nasionalisme Indonesia. Sang laksamana mempersilakan kediamannya dipakai oleh para tokoh Indonesia untuk mereka merumuskan teks Proklamasi RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement