Ahad 18 Aug 2024 11:20 WIB

Ada Keturunan Rasulullah di Balik Sejarah Panjang Paskibraka

Tata cara pengibaran bendera pusaka dirumuskan oleh Mutahar.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
H Mutahar
Foto:

Lelaki keturunan Arab ini ditugaskan untuk mempersiapkan upacara kenegaraan, yakni peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1946 di halaman Gedung Agung Yogyakarta. Saat itu, Husein Mutahar berpikir bahwa untuk menumbuhkan persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Karena itu, ia pun menunjuk lima orang muda yang terdiri dari tiga putri dan dua putra untuk melaksanakan pengibaran Bendera Pusaka.

Jumlah kelimanya menyimbolkan Pancasila. Pada 19 Desember 1948, Agresi Militer II pecah. Presiden, wakil presiden, dan beberapa pejabat tinggi RI ditawan Belanda. Sebelum Gedung Agung Yogyakarta benar-benar terkepung, Bung Karno memanggil Mutahar. Dalam pertemuan itu, sang presiden menyampaikan hal penting kepadanya. Salah satunya mengenai Bendera Pusaka. Sang Saka Merah Putih yang dijahit istri Bung Karno, Fatmawati, itu dititipkan kepada Mutahar.

photo
Suasana Kirab Bendera Sang Merah Putih dan Teks Proklamasi saat melintas di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Sabtu (10/8/2024). Kirab yang membawa duplikat bendera pusaka dan teks proklamasi tersebut berangkat mulai dari Cawan Monas menuju Bandara Halim Perdanakusuma, lalu diterbangkan ke IKN. - (Republika/Prayogi)

Memori tentang kisah Bendera Pusaka itu tercatat dalam autobiografi Bung Karno, seperti ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Aku (Sukarno) tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu (Mutahar) pribadi. Dalam keadaan apa pun, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu, kata Sukarno.

Mutahar merasa, tanggung jawab yang di embannya itu sangat berat. Demi menyela matkan amanah, ia membuat siasat. Bendera Pusaka tersebut dipisahkan menjadi dua. Dengan dibantu oleh seseorang bernama Pernadinata, ia pun membuka jahitan bendera tersebut. Sesudah itu, bendera ini menjadi tampak seakan-akan dua kain yang terpisah: merah dan putih.

Kemudian, Mutahar menyelipkan kain merah dan putih itu di dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kedua kain tersebut. Ia berusaha sebaik mungkin agar kain yang tak ternilai itu tidak direbut tentara Belanda. Baginya, Bendera Pusaka adalah sebuah simbol negara yang harus diselamatkan dan dipertahankan.

Sementara itu, Bung Karno beserta sejum lah pejuang diasingkan oleh Belanda ke Prapat (Sumatra Utara) dan lalu Bangka. Adapun Mutahar sendiri ikut ditangkap dan ditahan di Semarang selama beberapa bulan. Usai bebas, ia selalu mencari informasi dan cara untuk segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Sukarno. Akhirnya, pada Juni 1949, ia menerima surat dari Kepala Negara.

Isinya adalah pesan untuk menitipkan bendera tersebut kepada Soejdono. Setelah dijahit kembali, Mutahar kemudian menyerah kan Sang Saka Merah Putih kepada Soejdo no untuk dibawa ke Bangka. Pada 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka akhirnya bisa dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.

 

Minta dimakamkan sebagai rakyat biasa.. Baca halaman selanjutnya.. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement