REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Timur Lenk adalah seorang Muslim penakluk dari abad ke-14 M. Ia masyhur sebagai penguasa yang sangat kejam terhadap siapapun yang berani menentang pemerintahannya. Bagaimanapun, kebijakannya terhadap kaum ulama (Sunni), cendekiawan dan ilmuwan sangat akomodatif. Ia mengubah beberapa kota di Asia Tengah menjadi pusat-pusat peradaban Islam.
Tak lama setelah menduduki kawasan Anatolia, Timur Lenk mengundang para ulama di kawasan itu. Kepada setiap ulama, ia mengajukan pertanyaan yang sama.
"Jawablah, apakah aku adil ataukah zalim? Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Kalau menurutmu aku zalim, maka dengan kezalimanku, engkau akan kupenggal," katanya.
Beberapa ulama jatuh menjadi korban kejahatan Timur Lenk dengan pertanyaannya yang "menjebak" ini. Hingga pada akhirnya, Nasrudin Hoja diundang.
Nasrudin Hoja adalah seorang sufi yang jenaka, tetapi cerdas. Dengan kecerdasannya, ia sering bebas dari "jebakan-jebakan" penguasa.
Ini adalah untuk pertama kalinya perjumpaan resmi antara Nasrudin dan Timur Lenk. Sang penakluk kembali bertanya dengan angkuh.
"Jawablah pertanyaanku tadi!" kata sang raja.
Dengan menenangkan diri, Nasrudin menjawab, "Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang zalim dan abai. Adapun Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha-adil kepada kami."
Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka, untuk sementara para ulama Anatolia terbebas dari bayang-bayang pembantaian.
View this post on Instagram
Memilih gelar