Menghidupkan kembali kisah Bait Suci
Baru pada abad kesembilan belas orang-orang Yahudi mengangkat isu pencarian dan pembangunan kembali Kuil Sulaiman sebagai persiapan untuk penerbitan Deklarasi Balfour yang terkenal dan pendirian negara nasional bagi mereka di tanah Palestina, dan tulisan-tulisan Yahudi muncul di koran-koran besar Barat yang menyerukan pembangunan kembali Bait Suci di Palestina.
Langkah-langkah praktis pertama ke arah ini diambil pada 20 Maret 1918, ketika sebuah delegasi Yahudi yang dipimpin oleh Haim Weizmann tiba di Yerusalem dan mengajukan permohonan kepada gubernur militer Inggris saat itu, Jenderal Storrs, memintanya untuk mendirikan universitas Ibrani di Yerusalem dan menerima Tembok Barat di Bukit Bait Allah, di samping proyek untuk memiliki tanah di Kota Suci.
Revolusi Al-Buraq (1929)
Setelah gerakan nasional Palestina menyadari tuntutan-tuntutan ini, sebuah revolusi rakyat besar-besaran pecah pada 1929. Pada tahun itu, sebuah demonstrasi yang penuh kekerasan terjadi di mana kaum Muslimin bentrok dengan sekelompok Zionis yang ingin menyerbu Masjid Al-Aqsa dan mengadakan upacara keagamaan di Tembok Al-Buraq.
Demonstrasi-demonstrasi ini memicu pendirian perkumpulan "Hirasat al-Masjid al-Aqsa/Menjaga Masjid Al-Aqsa", yang cabang-cabangnya tersebar di sebagian besar kota-kota Palestina.
Tak hanya Muslim, umat Kristiani ikut serta dengan para pemimpin gerakan nasional untuk mempertahankan tanah Palestina, dan selama periode itu Komite Eksekutif Konferensi Kristiani Islam terpilih dan melakukan beberapa kunjungan ke luar negeri ke negara-negara Arab dan beberapa ibu kota Eropa untuk memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi.
Laporan Liga Bangsa-Bangsa
Sebagai hasil dari gangguan-gangguan ini dan gerakan-gerakan politik yang menyertainya, Liga Bangsa-Bangsa membentuk sebuah komite internasional untuk menyelidiki kepemilikan Tembok, dan menyiapkan laporannya, yang diterbitkan pada tahun 1930, yang menyatakan:
"Komite ini menyatakan, berdasarkan penyelidikannya, bahwa kepemilikan dan hak pembuangan Tembok dan tempat-tempat yang berdekatan yang dibahas dalam laporan ini adalah milik kaum Muslim, karena Tembok itu sendiri adalah milik kaum Muslim sebagai bagian integral dari Haram al-Syarif... Trotoar di Tembok tempat orang-orang Yahudi melakukan ritual juga merupakan milik kaum Muslim."
Sumber: aljazeera