REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama bersepakat bahwa pemberian mahar oleh suami dalam akad pernikahan merupakan suatu hal yang diwajibkan. Lantas, sahkah pernikahan yang dilakukan jika tanpa mahar?
Dalil wajibnya pemberian mahar dalam Islam termaktub dalam Alquran surah an-Nisa ayat 4, Allah berfirman:
وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحۡلَةً ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَـكُمۡ عَنۡ شَىۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوۡهُ هَنِيۡٓــًٔـا مَّرِیۡٓـــٴًﺎ
"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati" (QS an-Nisa: 4).
Isnan Ansory dalam buku Fikih Mahar menjelaskan, dalam ayat tersebut secara tegas dijelaskan bahwa mahar merupakan hak milik sang istri, bukan milik suami atau walinya. Lantas bagaimana jika pernikahan tanpa mahar?
Meski mahar merupakan kewajiban bagi suami, para ulama berbeda pendapat terkait sahnya pernikahan jika mahar ditiadakan. Dalam arti, apakah pernikahan yang tidak ada pemberian mahar oleh suami terhitung sah?
Dalam masalah ini, perlu diperinci terlebih dahulu, terkait alasan tidak ditunaikannya kewajiban mahar dalam pernikahan. Yang setidaknya dalam dua masalah. Pertama, ketiadaan mahar sebagai syarat pernikahan. Kedua, kerelaan istri untuk tidak menerima mahar.
Masalah pertama adalah bahwa ketiadaan mahar ini merupakan syarat yang diajukan oleh pihak suami untuk diteruskannya pernikahan. Dalam kasus ini, para ulama berbeda pendapat apakah akad nikah tetap dinilai sah atau tidak?
Mazhab pertama, nikah tetap sah. Mayoritas ulama seperti Hanafi, Syafii, dan Hanbali berpendapat bahwa penikahan tanpa mahar yang disyaratkan tetaplah sah. Sebab mahar bukanlah rukun nikah.
Namun, suami yang tidak memberikan maharnya tetap terhitung berdosa karena mahar merupakan hak istri yang wajib ditunaikan oleh suami. Imam Ibnu Qudamah mengatakan, suami mensyaratkan tidak adanya mahar dan nafkah, syaratnya batil dan akad nikahnya tetap sah.
Mazhab kedua, nikahnya batal. Maliki berpendapat bahwa mahar termasuk rukun nikah, meskipun tidak mesti disebutkan di dalam akad. Dan atas dasar ini, pernikahan yang disyaratkan ketiadaan mahar terhitung tidak sah.
Mazhab Maliki menyatakan, mahar termasuk rukun nikah meskipun tidak mesti disebutkan di dalam akad. Atas dasar ini, pernikahan yang disyaratkan keiadaan mahar terhitung tidak sah.
Imam ad-Dardir al-Maliki berkata bahwa kesepakatan untuk tidak adanya mahar dapat merusak akad nikah.