Selasa 06 Aug 2024 10:05 WIB

Ada di Zona Tempur, Siapa yang akan Dibela Yordania Jika Iran Menyerang Israel?

Yordania berada di jantung pertempuran.

Pengunjuk rasa pro Palestina di Yordania
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketegangan tengah memuncak di timur tengah saat Iran bersama sekutunya bersiap untuk melakukan serangan balasan terhadap Israel. Ancaman yang disampaikan  Iran usai pembunuhan pemimpin Hamas dan bekas perdana menteri Palestina Ismail Haniyeh di Teheran, pada pekan lalu, ikut berdampak pada negara sekitar, termasuk Yordania.

Kemarahan tampak dirasakan masyarakat Yordania. Negeri Muslim ini menuntut negara mereka untuk memutuskan hubungan dengan Israel dan merevisi Perjanjian Damai Aqaba. Merasa berada di posisi yang sangat rentan, Yordania mengambil sikap tegas. Negeri kerajaan yang dipimpin Raja Husein ini bersumpah untuk membela diri jika terjadi pelanggaran terhadap kedaulatannya sambil menuntut de-eskalasi.

Baca Juga

Pada Ahad lalu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi melakukan kunjungan langka ke Iran. Safadi berupaya untuk menahan eskalasi dan mencegah perang di seluruh wilayah yang akan semakin merusak stabilitas Yordania.

photo
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi- (AP Photo/Evelyn Hockstein)

"Kunjungan saya ke Iran adalah untuk berkonsultasi mengenai eskalasi yang serius di wilayah ini dan untuk terlibat dalam diskusi yang jujur dan jelas. Yordania selalu proaktif dalam membela perjuangan Palestina [dan] mengutuk pendudukan Israel," ujar Safadi dalam sebuah konferensi pers bersama mitranya dari Iran di Teheran dikutip dari laman Newarab.

Ia juga mengutuk pembunuhan Haniyeh sebagai "kejahatan keji". Meski demikian, Safadi mengatakan bahwa negaranya ingin eskalasi ini berakhir untuk menghindarkan seluruh wilayah dari konsekuensi perang regional yang akan berdampak buruk bagi semua orang.

Sebelumnya, Safadi mengambil nada yang lebih tegas yang ditujukan pada kemungkinan respon Iran yang dapat merusak kedaulatan Yordania. Dia mengatakan, tidak akan membiarkan siapa pun mengubahnya menjadi medan perang.

"Kami harus selalu waspada di perbatasan, dan kami tidak akan membiarkan siapa pun mengubah Yordania menjadi medan perang. Kami harus melindungi negara kami, dan jika terjadi eskalasi, prioritas kami adalah melindungi Yordania dan warga Yordania," ujarnya dalam sebuah konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri dan Urusan Eropa Luksemburg, Xavier Bettel, pekan lalu.

Klaim tidak membela Israel

Pada putaran terakhir eskalasi Iran-Israel  April lalu, Yordania mencegat rudal dan pesawat tak berawak Iran yang menuju Israel, dengan alasan untuk membela diri. Namun banyak yang menuduh Amman bergegas membela Israel.

Warga Yordania saat itu dan sekarang terpecah tentang apa yang harus dilakukan negara mereka."Yordania berada di tengah-tengah badai... Rudal-rudal [Iran] akan memasuki wilayah udara Yordania, dan beberapa akan jatuh di atas wilayah kerajaan, yang akan mempertahankan wilayah udaranya bukan untuk melindungi Israel, melainkan untuk melindungi warganya," ujar purnawirawan Mayor Jenderal Dr. Mamoun Abu Nuwar, seorang pakar strategis dan militer.

Namun, jika perang habis-habisan pecah, Nuwar mengungkapkan, ada tantangan yang berkaitan dengan perpecahan regional dan keamanan ekonomi jika Iran menutup Selat Hormuz dan Houthi menutup Bab al-Mandab.

"Kita berada di tengah-tengah badai karena posisi geopolitik kita. Akan terjadi kekacauan dan ketidakstabilan di wilayah ini jika perang skala penuh pecah dengan Israel, dan Yordania akan menghadapi tantangan yang signifikan dalam mengamankan perbatasannya, yang membentang lebih dari 1.500 kilometer persegi."

Selama sepekan terakhir, pembunuhan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh pada tanggal 31 Juli lalu telah memicu protes di depan kedutaan Israel di ibukota, Amman. Demonstrasi tetap terjadi meski pihak berwenang Yordania telah berusaha untuk menangkap para aktivis pro-Palestina dan Islam.

Hubungan antara Yordania dan Hamas mengalami ketegangan sejak tahun 1999 ketika pihak berwenang Yordania menangkap Khaled Meshaal dan beberapa pemimpin gerakan tersebut. Mereka kemudian diusir ke Doha dan kantor Hamas di Yordania ditutup. Yordania juga gelisah dengan kelompok-kelompok Islamisnya sendiri seperti Ikhwanul Muslimin, yang dekat dengan Hamas, dan khawatir dengan popularitas mereka yang semakin meningkat menjelang pemilihan umum pada tanggal 10 September.

 

 

Berada di jantung pertempuran..

sumber : Newarab
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement