Senin 01 Jul 2024 09:31 WIB

Menyandang Gelar 'Haji', Apakah Termasuk Perbuatan Riya?

Di Indonesia, orang yang sudah menunaikan rukun Islam kelima biasa digelari haji.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Jamaah haji di Makkah.
Foto:

Ustaz Ahmad mengingatkan, nilai gelar "haji" tergantung kepada niat dari orang yang memakai gelar itu. Jangan sampai seseorang sengaja menggunakan gelar itu agar dirinya dipuji orang lain atau supaya kelihatan sebagai tokoh yang bertakwa, padahal hakikatnya justru berlawanan. Ketidakselarasan antara kata dan perbuatan bertentangan dengan kaidah akhlak islami.

Kasus seperti ini sudah banyak terjadi. Sebutannya "pak haji", tetapi perangainya sungguh memalukan. Entah sebagai pejabat, ia memeras rakyat atau melakukan banyak maksiat terang-terangan di muka umum. Alhasil, gelar haji itu bukan hanya riya, melainkan juga menjadi alat penipuan publik.

Namun, bisa jadi penyematan gelar haji bernilai positif dan bermanfaat di tengah umat. Misalnya, seorang tokoh suku di pedalaman yang kemudian berkesempatan naik haji. Di Tanah Suci, terbukalah wawasannya mengenai Islam.

Kembali ke Tanah Air, ia menjadi kian bersemangat untuk menebar kebaikan dan berdakwah di tengah masyarakat. Orang-orang lalu menggelarinya dengan haji. Si tokoh tidak menjadikan gelar itu sebagai tujuannya, melainkan cara agar dakwahnya lebih diterima oleh masyarakat.

"Jadi, tidak selamanya gelar haji itu mengandung makna negatif, semacam riya dan sebagainya. Namun, boleh jadi ia juga mengandung nilai-nilai positif, seperti nilai dakwah. Kurang bijaksana jika kita langsung generalisasi setiap masalah dengan satu sikap. Semua perlu didudukkan perkaranya secara baik-baik," kata Ustaz Ahmad.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement