Rabu 19 Jun 2024 15:40 WIB

Di Tengah Tuntutan Mundur, Netanyahu Pastikan tidak akan Ada Perang Saudara di Israel

Tentara Israel di selatan berupaya menyingkirkan kelompok pejuang Palestina, Hamas.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri rapat Kabinet di Bible Lands Museum di Yerusalem, 5 Juni 2024.
Foto: EPA-EFE/GIL COHEN-MAGEN / POOL
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri rapat Kabinet di Bible Lands Museum di Yerusalem, 5 Juni 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meyakinkan tidak akan ada perang saudara di Israel, di tengah protes massa yang menuntut pengunduran dirinya.

"Perpecahan adalah kelemahan. Persatuan adalah kekuatan," kata Netanyahu dalam konferensi pers, Selasa (18/6/2024), setelah upacara peringatan bagi tentara Israel yang tewas di Jalur Gaza.

Baca Juga

Dia mengatakan tentara Israel terus berjuang di garis depan. Di selatan, berupaya menyingkirkan kelompok pejuang Palestina, Hamas, dan membebaskan semua warga Israel yang disandera.

Sementara di utara yang berbatasan dengan Lebanon, pasukan Israel memerangi gerakan Hizbullah untuk mengembalikan semua penduduknya ke rumah-rumah mereka. Di timur, ujar Netanyahu, Israel berusaha mencegah Iran mengepung dan memperoleh senjata nuklir yang dirancang untuk menghancurkan Israel.

“Tetapi ada satu perang yang tidak bisa dan tidak boleh terjadi, tidak akan ada perang saudara," kata Netanyahu.

Ribuan warga Israel menggelar protes menuntut pemilihan umum lebih awal dan pertukaran sandera dengan Hamas, yang diyakini menyandera lebih dari 120 warga Israel. Kelompok perlawanan Palestina menuntut pengakhiran serangan mematikan Israel di Gaza sebagai imbalan atas pertukaran sandera dengan Tel Aviv.

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Lebih dari 37.350 warga Palestina gugur di Gaza dan lebih dari 85.400 orang lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Selama delapan bulan perang berlangsung, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Kota Rafah.

Kota di Gaza selatan itu sempat digunakan oleh lebih dari satu juta warga Palestina yang mencari perlindungan dari perang, sebelum kemudian diserang Israel pada 6 Mei lalu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement