Senin 17 Jun 2024 12:48 WIB

6 Sarjana Barat Ini Semula Dukung Zionis Yahudi, Lalu Berbalik Serang Kezaliman Israel

Zionis Israel disebut melanggar dan merusak tatanan dunia internasional

Kendaraan pengangkut personel (APC) Namer Israel menuju perbatasan Jalur Gaza di Israel selatan.
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Kendaraan pengangkut personel (APC) Namer Israel menuju perbatasan Jalur Gaza di Israel selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jangan dikira, para kaum cerdik pandai, ilmuwan, dan orang terlepajar Barat, sepenuhnya mendukung gerakan Zionisme Israel. 

Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya bersuara menentang kezaliman Israel Zionis. Berikut ini sejumlah pemikir yang akhirnya berdiri melawan kebengisan Israel. 

Baca Juga

Pertama, Goldmann

Salah seorang yang patut mendapatkan penghormatan tertinggi dari kaum Yahudi, terutama yang menetap di Israel, tentulah Nahum Goldmann. Ia menorehkan nama dengan tinta emas di buku sejarah Zionisme, berkat pengabdian setengah abadnya pada gerakan itu. Ia aktif mempromosikan agenda-agenda Zionis di Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Pada Perang Dunia I, ketika Palestina di bawah kekuasaan Kekaisaran Usmani, ia membujuk penguasa Turki agar mengizinkan imigrasi kaum Yahudi. Pada 1930an, ia mengajukan agenda Zionis di Liga Bangsa-Bangsa. 

Ia turut melobi Presiden Truman agar AS mengusulkan resolusi PBB yang membagi Palestina dan pembentukan Israel. Ia turut mengatasi problem keuangan di masa-masa awal berdirinya Israel. Goldmann berhasil memperoleh kompensasi dan restitusi bagi Israel dan individu-individu Yahudi sebesar 30 milyar dolar AS dari pemerintah Jerman.

Namun semua jasa besarnya itu dilupakan sama sekali ketika sikap moderatnya dalam konflik Arab-Israel semakin kental. Di tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Goldmann semakin sering mengecam kebijakan Israel terhadap pihak Arab. Ia semakin lantang menyerukan pembentukan negara Palestina. Usulan ini dikutuk habis oleh Israel, juga oleh kaum Yahudi AS, yang lobinya berperan sangat besar dalam kelangsungan hidup negara Israel.

Terhadap kecaman atas usulnya itu, Goldmann menjawab: ''Bila mereka tak percaya bahwa kepungan Arab suatu hari akan mereda, maka kita mestinya memikirkan juga untuk menghapuskan Israel sama sekali, sehingga dapat menyelamatkan jutaan orang Yahudi yang tinggal di sana.'' Ia menambahkan, ''Tiada harapan bagi sebuah negara Yahudi kalau harus menghabiskan 50 tahun lagi untuk berjuang melawan musuh-musuh Arabnya.''

Ketika Goldmann meninggal pada 1980, PM Menachem Begin mengizinkan jenazahnya dimakamkan di Israel. Tapi ia tak hadir dalam upacara pemakaman. Balasan rakyat Israel dan kaum Yahudi AS tecermin dari pidato singkat Simcha Ehrlich, pejabat yang mewkili PM Begin. ''Kami menyesalkan,'' katanya, ''bahwa seorang yang memiliki begitu banyak kemampuan dan kebajikan, telah melangkah di jalan yang salah.''

Kedua, Klutznick 

Balasan serupa diterima oleh Philip Klutznick, sahabat Goldmann dan tokoh Zionis terpandang AS. Selama 60 tahun ia memperjuangkan kepentingan kaum Yahudi. Ia melobi ke mana-mana untuk membantu pendidirian negara Israel. Ia menghimpun banyak dana dan mengirim persenjataan untuk Israel. 

Dalam segala posisi -- sebagai pengacara, developer, pejabat tinggi di bawah empat presiden AS, termasuk menjadi menteri perdagangan, Klutznick membantu Israel. Ia pernah mengetuai Konferensi para Presiden Organisasi-organisasi Utama Yahudi Amerika, yang memayungi 300an organisasi Yahudi. Ia juga pernah menjabat presiden Kongres Yahudi Dunia.

Di mata pemerintah dan rakyat Israel, juga kaum Yahudi AS, segala jasa besar itu bagai tak pernah ada, ketika Klutznick menunjukkan sikap moderat dalam konflik Arab-Israel. Padahal, yang dilakukannya jauh dari sikap mendukung atau membela posisi Arab. Ketika Arab Saudi mengajukan ''Rencana Perdamaian Delapan Pasal'' (1981), Klutznick menyebut rencana itu ''bermanfaat''. Ia menyatakan Israel setidaknya ''perlu mendengarkannya''.

Ia mengecam pemboman Israel atas instalasi nuklir Irak (1981). Klutznick juga sering mengumandangkan mutlaknya melibatkan PLO dalam perundingan, selain mengusulkan pembentukan negara Palestina. 

''Masalah pokoknya bukan apakah bangsa Palestina pantas memperoleh hak mereka, tapi bagaimana mewujudkan hak itu seraya menjamin keselamatan Israel dan stabilitas regional,'' kata Klutznick. ''Konsep-konsep yang mengambang semacam 'otonomi' tidak lagi memadai, karena konsep-konsep ini biasnay justeru membingungkan ketimbang menjernihkan. Sekarang yang dibutuhkan adalah tekad untuk untuk mecapai suatu akomodasi politik antara Israel dan nasionalisme Palestina.''

Karena tindakan dan pernyataan-pernyataan semacam itu, Philip Klutznick difitnah di pelbagai media, dikucilkan dari komunitas Yahudi AS, pendeknya dianggap ''sampah.'' 

Ketiga, I F Stone...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement