Ahad 16 Jun 2024 18:06 WIB

Menjadi Kekasih Allah

Inilah mengapa Nabi Ibrahim AS menjadi kekasih Allah atau Khalilullah.

ILUSTRASI Menjadi Kekasih Tuhan. Foto - Umat Muslim berkumpul saat melakukan wukuf di Arafah saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (15/6/2024).
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
ILUSTRASI Menjadi Kekasih Tuhan. Foto - Umat Muslim berkumpul saat melakukan wukuf di Arafah saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (15/6/2024).

Oleh Ustaz Mushofa

Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaih al-Ibad menuturkan kisah berikut. Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS ditanya perihal apa penyebab-penyebab dirinya menjadi kekasih Allah (khalilullah).

Baca Juga

Bapak para nabi itu menjawab, “Sebab tiga hal. Pertama, aku mendahulukan perintah Allah daripada perintah selain-Nya. Kedua, aku tidak pernah merasa susah atas apa-apa yang sudah menjadi tanggungannya Allah SWT. Terakhir, aku tidak pernah makan sore dan sarapan kecuali bersama dengan tamu.”

Dari jawaban Nabi Ibrahim AS di atas, maka dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, syarat menjadi kekasih Allah adalah harus mendahulukan perintah Allah SWT dan menomor sekiankan perintah dan tugas yang lainya. Dalam kenyatannya, memang seorang kekasih itu harus selalu dinomorsatukan. Sebab inilah bukti cinta yang tulus.

Ketika seseorang sudah setiap waktu mendahulukan kekasihnya, maka secara otomatis kekasihnya akan mencintainya. Kekasih akan melihat pengorbanan kekasihnya itu.

Inilah kenapa Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah. Dan pengabdian hidupnya hanya untuk Allah semata. Sebagaimana firman Allah SWT. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS adz-Dzariyat: 56).

Kedua, “tidak pernah merasa susah atas apa-apa yang sudah menjadi tanggungannya Allah SWT.” Pernyataan Nabi Ibrahim AS ini memberi pemahaman bahwa manusia hendaknya tidak perlu merisaukan apa saja yang sudah menjadi tanggung jawab Allah kepada hamba-Nya, seperti urusan rezeki.

Keberadaan kita di dunia ini bukan kehendak kita, melainkan diadakan oleh Yang Maha-ada. Eksistensi kita pun akan senantiasa dijaga oleh-Nya. Karena Dia yang mengadakan kita, maka Dia pula yang akan menanggung kita.

Allah berfirman, yang artinya, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (QS Huud: 6). Rezeki manusia itu berada dalam genggaman-Nya. Jadi, tidak perlu susah, esok makan apa. Pasti itu sudah ada pada ketentuan Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS mengajarkan kemurnian tauhid. Artinya, manusia hendaknya menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah, bukan pada kekuatannya sendiri. Karena Dialah yang maha dimintai segalanya. Jika manusia menggantungkan hidupnya pada dirinya sendiri, maka akan rapuh karena keterbatasannya.

Ketiga, alasan gelar “kekasih Allah” yang disematkan kepada Nabi Ibrahi AS adalah bahwa ia tidak pernah makan kecuali bersama tamu. Artinya, sang khalilullah merupakan pribadi yang sangat dermawan. Bahkan dikisahkan, ia rela berjalan satu sampai dua mil "hanya" untuk mencari kawan yang bisa diajak makan bersama. Kedermawanan menjadi penyebab ia dicintai Tuhannya.

Dalam pandangan Allah, kesalehan individu belum cukup untuk menjadikan manusia layak dicintai Tuhan, melainkan ia harus mempunyai kesalehan sosial, kepedulian dengan lingkungannya, dan kepekaan dengan masalah-masalah sosialnya. Alhasil, jika kita ingin dicintai Allah jadilah hamba yang total mencintai-Nya.

 

Disadur dari Harian Republika edisi 3 Juni 2021

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement