Selasa 11 Jun 2024 07:51 WIB

Menelusuri Rumah Khadijah dan Rasulullah di Masjidil Haram

Khadijah merupakan putri pembesar Quraisy.

Lukisan Masjidil Haram dari masa akhir abad ke-19.
Foto:

Untuk memastikan itu, saya juga sempat bertanya kepada para petugas haji yang berjaga di area itu. Saya juga bertanya kepada jamaah yang melintas. Namun, mereka tidak ada yang mengetahui bahwa itu adalah rumah Khadijah.

Namun, Kiai Adnan menegaskan bahwa di area itulah Nabi Muhammad dan Siti Khadijah melahirkan keempat anaknya, yaitu Qasim, Zainab, Ruqayyah, dan Fatimah. 

"Nabi sama Khadijah di situ. Beliau punya anak empat itu di situ," kata Dosen Pascarjana UIN Syarif Hidayatullah ini meyakinkan.

Mustasyar Dini PPIH Arab Saudi, KH Muhyiddin Chotib juga membenarkan bahwa di situlah Nabi Muhammad hidup bersama Khadijah. Di rumah ini pula Khadijah menjadi orang pertama yang menerima Islam. 

Di sinilah pula Zaid bin Haritsah, budak Khadijah yang telah dibebaskan, bergabung dengan agama tersebut, begitu pula Ali bin Abi Thalib yang dibesarkan di rumah tersebut.

"Iya memang benar di situ (di dekat pintu keluar bukit Marwah)," kata Kiai Muhyiddin. 

Rumah tersebut menjadi tempat awal mula risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Di sini Jibril menurunkan wahyu Alquran pada beberapa kesempatan. Tempat di rumah yang biasa ia turuni kemudian dikenal dengan nama Kubah Wahyu.

Dalam bukunya “The House of Khadijah”, Ahmad Zaki Yamani seorang arkeolog yang sempat menggali dan meneliti lokasi rumah tersebut pada tahun 1990-an mengiyakan lokasi rumah Khadijah tersebut. Bahkan, ia menuliskan secara mendetail soal rumah tersebut. 

Ia menuturkan, rumah tersebut terbagi dalam beberapa ruangan. Di antaranya, ruangan untuk menjamu tamu, kemudian sebuah koridor yang memisahkan kamar kelahiran putri-putri Nabi dengan kamar Rasulullah dan Khadijah serta ruangan sholat Rasulullah.

Selain itu, ada sebuah ruangan yang lebih besar dari lainnya yang diperkirakan berfungsi sebagai gudang. Hal ini disimpulkan seturut profesi Khadijah sebagai saudagar yang harus menyimpan barang dagangan bawaan rombongan dagangnya dari Yaman untuk kemudian dijual di  Makkah.

Sepanjang 25 tahun pernikahannya bersama Khadijah, Rasulullah tak melirik perempuan lain. Bahkan setelah Khadijah wafat, Nabi Muhammad tak pernah mencintai perempuan lainnya sebesar cintanya pada Khadijah. Nabi juga selalu menyisakan bagian kambing yang ia potong untuk sahabat-sahabat Khadijah semasa hidup.

 

Lalu Apa yang Terjadi dengan Rumah Khadijah? 

Nabi Muhammad SAW tinggal di rumah Khadijah selama sekitar 28-29 tahun. Setelah hijrah ke Madinah, lalu Mu'attab bin Abi Lahab mengambil alih rumah tersebut. Dia tetap mempertahankan rumah itu miliknya bahkan setelah Nabi SAW kemudian kembali ke Makkah. Dan Mu'attab akhirnya menerima Islam.

Selanjutnya, Muawiyyah bin Abi Sufyan membeli rumah tersebut seharga 100 ribu dirham. Ia membeli dari Mu'attab pada masa pemerintahannya sebagai khalifah dari tahun 661 hingga 680 M.

Selama berabad-abad terjadi banyak perubahan di wilayah tersebut, khususnya peningkatan permukaan tanah setelah bertahun-tahun banjir yang membawa dan mengendapkan lumpur.

Pada 1885, Christiaan Snouck Hurgronje, Orientalis Belanda, pernah mengunjungi rumah tersebut. Dia mencatat bahwa para pejabat pada masa itu memungut biaya kepada mereka yang mengunjungi rumah Khadijah. 

Pelestarian besar terakhir rumah ini dilakukan oleh Khalifah Ottoman terakhir, Sultan Abd al-Majid sekitar 1923 M. Namun, pada tahun 1950, rumah tersebut sudah tidak ada lagi. Seorang pengacara Mesir, Muhammad Lutfi Jum'ah, melakukan perjalanan ke Makkah dan mencatat bahwa yang tersisa hanyalah sebidang tanah kosong. 

Dinding rumah Khadijah telah dibongkar dan fondasinya ditutup dengan pasir. Di bawah tekanan dari tokoh-tokoh agama penting pada saat itu, pemerintahan baru Saudi telah meratakan rumah tersebut dan situs bersejarah penting lainnya karena takut orang-orang akan menjadikannya sebagai sumber penghormatan yang berlebihan.

 

Namun, Syekh Abbas Yusuf Qattan, Wali Kota Makkah pada saat itu merasa khawatir dengan perkembangan ini dan berhasil mendapatkan dokumen hukum yang memberinya kendali atas situs tersebut. Dia melestarikan situs tersebut secara diam-diam dengan menyembunyikan rumahnya di bawah lapisan pasir lembut dan membangun sekolah penghafal Alquran di atasnya. Inilah yang dinamakan Mazhab Sayyid Abbas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement