Kamis 06 Jun 2024 05:40 WIB

Mengapa Jamaah Haji Indonesia Gunakan Skema Murur di Muzdalifah?

Murur merupakan upaya menjaga keselamatan jiwa jamaah haji di Muzdalifah.

Murur merupakan upaya menjaga keselamatan jiwa jamaah haji di Muzdalifah. Foto: Pekerja menyelesaikan persiapan untuk puncak ibadah haji di Muzdalifah.
Foto:

Dia pun menjelaskan skema murur yang akan diterapkan di Muzdalifah nanti. Menurut dia, pergerakan jamaah haji Indonesia dari Arafah akan dibagi dalam dua skema, yaitu: murur dan normal. Pergerakan dengan skema murur akan menyasar sekitar 25 perden dari jumlah jemaah dan petugas haji. Totalnya diperkirakan mencapai 55 ribu orang. 

“Angka ini sepadan dengan 27 ribu jamaah yang tahun sebelumnya menempati Mina Jadid, tambahan kuota 10 ribu, serta sekitar 18 ribu yang terdampak pembangunan toilet di Muzdalifah,” kata Subhan.

“Kami akan prioritaskan skema murur ini untuk jemaah dengan risiko tinggi (risti), lanjut usia (lansia), disabiltas, serta para pendamping lansia,” jelas Subhan.

Sebagai langkah persiapan, PPIH akan meminta petugas kloter untuk mendata jemaah haji yang akan diikutkan dalam skema murur, sesuai dengan kriteria dan jumlah yang telah ditentukan. Laporan itu dibuat berbasis kloter dan selanjutnya diserahkan kepada petugas Sektor. Data dari sektor akan dihimpun oleh petugas Daker Makkah. 

Menurut dia, skema murur akan berlangsung pada 9 Zulhijjah dari pukul 19.00-22.00 waktu Arab Saudi. Jamaah akan bergerak dari Arafah, melewati Muzdalifah, tidak turun, lalu langsung menuju Mina.

“Satgas Mina yang menjadi tanggung jawab petugas Daker Makkah akan bergerak dari Arafah ke Mina lebih awal, pukul 13.30 WAS pada 9 Zulhijjah, untuk menyambut kedatangan jamaah,” kata Subhan.

Pergerakan jamaah dengan skema murur dari Arafah ini, kata Subhan, akan dilakukan berbasis daftar nama jemaah yang sudah diusulkan. Mereka terdiri atas jamaah risti, lansia, disabilitas dan para pendampingnya. 

“Jamaah berkumpul di pintu keberangkatan maktab di Arafah setelah Maghrib untuk diberangkatkan melintas Muzdalifah dan langsung ke Mina,” ujar Subhan.

“Sementara untuk pergerakan jamaah dengan skema normal, sistem taraddudi dari Arafah ke Muzdalifah, akan dimulai pukul 22.00 WAS, setelah proses pergerakan skema murur selesai,” kata Subhan.

Saat ditanyakan bagaimana jamaah haji mendapatkan kerikil untuk lempar jumroh karena tak turun dari bus, Subhan mengatakan jamaah tak perlu khawatir. Karena, petugas haji sudah menyiapkan kantong berisi kerikil yang dibagikan untuk setiap jamaah.

Sebelum ditetapkan, Kemenag telah melakukan serangkaian pembahasan mengenai skema murur ini dengan otoritas Arab Saudi. Menurut Subhan, lebih dari lima kali pembahasan, antara lain dilakukan dengan pihak Masyariq dan Naqabah (Organda Saudi). Dari pihak Kemenag, selain Subhan Cholid selaku pengendali teknis layanan luar negeri, hadir juga Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam. Dalam proses pembahasan dan kajian ini, PPIH Arab Saudi juga telah berkirim surat ke Kementerian Umrah dan Haji Arab Saudi.

Di tanah air, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief sebelumnya telah melakukan safari ke sejumlah ormas, untuk juga mendiskusikan masalah murur ini. Hilman antara lain berkunjung ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU)  

Setelah melalui proses kajian, dipilih skema murur didahulukan. Subhan menjelaskan, alasan jamaah dengan skema murur didahulukan pergerakannya dari Arafah. Menurut dia, alasan paling utama adalah menghindari kepadatan dan masyaqqah yang lebih besar. Apalagi, jamaah yang ikut dalam skema ini masuk kategori risti, lansia, dan disabilitas.

“Kita dahulukan keberangkatannya untuk menghindari pertemuan jalur murur dan jalur taraddudi Muzdalifah-Mina. Jadi saat murur berjalan, jalur dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina masih kosong. Sebab, pergerakan Arafah ke Muzdalifah baru dimulai setelah pukul 22.00 WAS dan pergerakan dari Muzdalifah ke Mina, baru dimulai sekitar pukul 23.30 WAS,” jelas Subhan.

Dia mengatakan, keberangkatan jamaah dengan skema murur lebih awal, akan memberikan waktu lebih longgar bagi jamaah risti, lansia, dan disabilitas untuk naik dan turun kendaraan, baik di Arafah maupun saat tiba di Mina. Menurut dia, jadwal murur lebih awal juga akan menghindari penumpukan kedatangan jamaah haji di Mina.

“Meski tiba lebih awal, jamaah risti, lansia, dan disabilitas, cenderung tidak beraktivitas keluar masuk tenda, sehingga tidak mengganggu lalu lintas,” kata Subhan.

Subhan menegaskan, PPIH terus mendorong petugas kloter dan sektor untuk menyosialisasikan jadwal dan skema keberangkatan ini kepada jamaah. Para konsultan dan pembimbing ibadah akan memberikan penguatan dan pemahaman kepada jamaah terkait skema murur ini.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement