Sabtu 11 May 2024 22:13 WIB

Ramai Muhammadiyah VS Salafi, Begini 3 Pandangan Muhammadiyah Terhadap Budaya 

Muhammadiyah tidak sepenuhnya anti budaya

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi). Muhammadiyah tidak sepenuhnya anti budaya
Foto: ANTARA
Kader-kader Muhammadiyah (ilustrasi). Muhammadiyah tidak sepenuhnya anti budaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Islam adalah agama rahmat. Islam datang untuk membawa manfaat dan maslahat bagi manusia. Dalam waktu yang sama, Islam datang untuk menghindarkan mereka dari segala mudharat atau bahaya dan kerusakan. 

Oleh karena itu, tidak heran jika Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat demi kemajuan yang sesuai dengan ketinggian derajat manusia itu sendiri.

Baca Juga

Melihat kebudayaan yang ada dan berkembang di dalam masyarakat, kebudayaan bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori.

1. Kebudayaan yang diakui syariat

Kebudayaan yang diakui oleh syariat adalah semua kebudayaan dan hasil karya manusia yang tidak bertentangan dengan nas-nas Alquran dan hadis. Kebudayaan tersebut diterima, diakui dan bahkan terkadang bisa dijadikan sumber hukum.

Dalam hal ini, para ahli fiqih telah membuat sebuah kaedah yang berbunyi: "العَادَةُ مُحَكَمَةُ yang artinya: "Adat istiadat itu bisa dijadikan sebagai sumber hukum." Kaedah ini bukan sekedar menerima sebuah adat istiadat yang merupakan bagian dari kebudayaan, bahkan lebih dari itu, ia menempatkannya di posisi yang tinggi, yaitu sebagai sumber hukum yang diakui oleh agama.

Namun perlu ditekankan di sini bahwa adat istiadat yang bisa dijadikan sumber hukum itu syarat utamanya adalah tidak bertentangan dengan Alquran dan Sunnah.

Contohnya, penentuan mahar untuk istri. Dalam Islam, seorang laki-laki yang ingin menikahi seorang perempuan wajib memberi mahar atau mas kawin. Mahar tersebut jika tidak ditentukan pada saat akad nikah dikembalikan kepada adat budaya setempat untuk menentukan ukurannya.

Contoh lain, pemberian nafkah kepada keluarga. Menurut Islam, kepala rumah tangga wajib memberi nafkah keluarga yang dipimpinnya, namun Islam tidak menentukan besarannya. Hal itu diserahkan kepada kemampuannya dan adat budaya yang berlaku di daerah tempat tinggalnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement