Selasa 16 Apr 2024 17:02 WIB

Sisi Lain Khomeini, Pemimpin Revolusioner Iran Penentang Dinasti Antek Barat

Sewaktu kecil, Khomeini melihat pegawai pemerintah menganiaya seorang pedagang kecil.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Warga Iran memegang gambar yang menggambarkan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei merayakan peringatan 44 tahun Revolusi Islam 1979, di alun-alun Azadi (Kebebasan) di Teheran, Iran, (11/2/2023). Acara tersebut menandai peringatan 44 tahun revolusi Islam, yang terjadi sepuluh hari setelah Ayatollah Ruhollah Khomeini kembali dari pengasingannya di Paris ke Iran, menggulingkan sistem monarki dan membentuk Republik Islam.
Foto:

Lalu, warga kota Kufah meminta putra Ali, Husein, untuk membebaskan mereka dari Yazid. Mengandalkan dukungan masyarakat Kufah, Hussein menghadapi pasukan besar Yazid di Karbala.

Tentara Hussein, yang kalah jumlah dan kalah persenjataan oleh tentara Yazid, dihancurkan dan Hussein terbunuh. Bagi kaum Syiah, kegagalan nenek moyang mereka dalam arbitrase tersebut menjadi salah satu gambaran mendasar tentang keyakinan mereka.

Menurut Amirpur, kisah arbitrase itu sangat penting bagi Khomeini. Dari sini ia belajar, seperti yang ia nyatakan pada masa revolusi, bahwa seseorang tidak boleh melakukan negosiasi atau arbitrase dengan lawan politiknya.

"Sebagai minoritas, seseorang pasti lebih rendah, tidak peduli betapa berharganya orang tersebut," jelas Amirpur, merangkum garis besar pandangan dunia Khomeini.

Di era modern, ada sebuah episode perjuangan Iran melawan pengaruh Barat yang membentuk perkembangan politik Khomeini. Episode inilah yang disebut "revolusi tembakau" di akhir abad kesembilan belas dan dampaknya.

Pada 1890, raja Qajar, Nasser al-Din Shah, memberikan monopoli kepada Perusahaan Tembakau Kerajaan Inggris atas perdagangan tembakau Iran. Hal itu menyebabkan ketidakpuasan besar di kalangan penduduk.

Untuk melemahkan monopoli...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement