Selasa 02 Jan 2024 15:31 WIB

Ingatkan Arya, Ketum Aisyiyah: Jilbab Adalah HAM

Pemakaian jilbab di ranah umum atau lingkup pekerjaan tak akan mengganggu pekerjaan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Gita Amanda
Ketua Umum PP Aisyiyah Salmah Orbaniyah mengatakan, sebenarnya pakaian jilbab bukan identik dengan Middle East, tapi merupakan tuntunan dari ajaran Islam. (ilustrasi)
Foto: .
Ketua Umum PP Aisyiyah Salmah Orbaniyah mengatakan, sebenarnya pakaian jilbab bukan identik dengan Middle East, tapi merupakan tuntunan dari ajaran Islam. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Aisyiyah Salmah Orbaniyah mengatakan, sebenarnya pakaian jilbab bukan identik dengan Middle East, tapi merupakan tuntunan dari ajaran Islam untuk menutup aurat bagi Muslimah. Sehingga apabila ada pelarangan penggunaannya, terutama di ranah umum, hal itu dinilai melanggar HAM. 

"Dan melarang orang menggunakan jilbab itu melanggar HAM," kata Salmah saat dihubungi Republika, Selasa (2/1/2024). 

Baca Juga

Dia menjelaskan, pemakaian jilbab di ranah umum atau lingkup pekerjaan tidak akan mengganggu pekerjaan, sepanjang berpakaian tetap rapi. Bahkan, selama ini di Bali, kata Salmah, tetap banyak wisatawan yang berkunjung. 

Sebagaimana diketahui, Senator Bali Arya Wedakarna menjadi sorotan setelah viral potongan video dirinya yang menyinggung soal jilbab yang dikenakan oleh wanita Muslim. Video tersebut menjadi kontroversial dan menuai kecaman dari warganet.

Dalam video tersebut, Arya mengatakan tidak ingin ada wanita di bagian frontline yang menggunakan penutup kepala. Dia ingin wanita yang ada di garis depan itu terbuka rambutnya, karena Bali bukanlah Timur Tengah.

"Saya nggak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan terbuka. Jangan kasih yang penutup, penutup gak jelas, this is not Middle East. Enak aja Bali, pakai bunga kek, pake apa kek," ucap Arya dikutip Republika di Jakarta, Senin (1/2/2024).

Salmah menekanakan, penggunaan jilbab bagi pegawai-pegawai di Bali tidak akan mengganggu atau memicu melambatnya ekonomi pariwisata Pulau Dewata itu. Sehingga dibutuhkan data konkret untuk membuktikan apabila ada dugaan bahwa industri pariwisata di Bali terganggu akibat penggunaan jilbab.  

"Juga tidak ada alasan kuat penggunaan jilbab melemahkan ekonomi," ujar Salmah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement