Senin 04 Dec 2023 19:22 WIB

Di Balik Pria Iran yang tak Suka Berdasi Ternyata Ada Kaitannya dengan Amerika dan Israel

Pria Iran enggan berdasi sebagai bentuk perlawanan terhadap Barat

Para pengunjuk rasa Iran (ilustrasi). Pria Iran enggan berdasi sebagai bentuk perlawanan terhadap Barat
Foto:

Menjelang kejatuhan Shah, terdapat ratusan ribu orang Amerika dan Yahudi di Iran. Westernisasi ini pada gilirannya justru mengecilkan dan juga mengucilkan peran para pemimpin agama dalam kehidupan rakyat Iran. Pada 11 Februari 1979, Revolusi Islam Iran berhasil menggulingkan kekuasaan Shah Reza Pahlevi.

Sejak kemenangan Revolusi Islam, Iran yang sebelumnya sebagai monarki pun berubah menjadi Republik Islam Iran. Lagu kebangsaan yang sebelumnya memuja-muji monarki (Ey Iran) diganti dengan Sorood-e Melli-e Jomhoori-e Eslami yang bersemangatkan perjuangan melawan kezaliman. Selanjutnya, para kaum pria di seluruh negeri Iran tidak lagi mengenakan dasi.

Dengan kata lain, dasi di Iran bukan soal suka atau tidak suka, keren atawa tidak keren, dan modis atau tak modis. Namun, ia sudah menjadi semacam “ideologi”. Ia merupakan simbol kebebasan dan sekaligus perlawanan.

Kata Deputi Presiden Iran, Hashemi, kebebasan bermakna Iran bebas menentukan nasibnya sendiri. Iran juga akan terus melawan pihak manapun yang ingin mengganggu kepentingan nasionalnya.

Yang dimaksud Hashemi dengan “bebas menentukan nasibnya sendiri” antara lain tentu terkait dengan program nuklir Iran. Meskipun, menurutnya, program nuklir itu hanya untuk mencukupi tenaga listrik negaranya, Barat tetap saja menolak.

Sementara itu, sebut Hashemi, Israel yang jelas-jelas mempunyai senjata nuklir dibiarkan. “Ini yang namanya ketidakadilan. Kami harus melawan,” ujarnya. “Kami tidak akan mundur sejengkal pun dalam perundingan nuklir dengan Barat yang sekarang sedang berlangsung. Kami tidak akan mengorbankan kepentingan nasional kami.”

Baca juga: Penjelasan Alquran Mengapa Bangsa Yahudi Kerap Membuat Kekacauan

Atas sikap yang dianggap keras kepala itu, Iran pun harus menanggung akibatnya. Bertahun-tahun sudah negara berpenduduk 70 juta jiwa itu dikenakan sanksi ekonomi oleh PBB (baca: Barat) sebelum perundingan nuklir akhirnya dimulai.

Namun, Iran tetap tidak mau takluk. Embargo ekonomi itu disikapi dengan positif, yakni dengan bekerja keras memandirikan ekonomi dalam negeri. 

Hasilnya, Iran bisa mandiri dan berdikari. Ketika negara kita masih sibuk dengan mobil nasional, negara Ayatullah Imam Khamenei sudah berhasil memproduksi mobil nasional dengan berbagai merek, seperti Saipa, Runna, Samand, Pride, dan Tondar.

Bahkan, Iran juga telah mengekspor mobil nasionalnya ke negara-negara yang menjadi sekutunya di Eropa Timur, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Dan, meskipun tidak banyak mobil-mobil mewah berseliweran di jalan-jalan raya, transportasi publik telah sangat mencukupi. 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement