REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalur Rafah merupakan wilayah perbatasan yang berada di Mesir dan menghubungkan ke Palestina Selatan. Akses perbatasan ini sudah lumrah diketahui mengalami pembukaan dan penutupan akses.
Apa saja tantangan dan kondisi jalur Rafah terkait penyaluran bantuan ke Palestina? Direktur Layanan Sosial Dakwah dan Budaya Dompet Dhuafa Ustadz Sonhaji menjabarkan pengalamannya serta situasi terkini di Jalur Rafah.
Dia menjabarkan, posisi serta kondisi di Jalur Rafah dulu dan saat ini tidak mengalami perbedaan yang jauh signifikan. Pemerintah Mesir dinilai tidak mempunyai intervensi cukup kuat terkait jalur tersebut.
“Tahun 2008 saya pernah bersama mitra-mitra Dompet Dhuafa menyalurkan bantuan lewat Jalur Rafah ini, memang sejak dahulu perbatasan ini cukup ketat. Kita yang berangkat dari Kairo ke Rafah pada saat itu kalau mau menuju Gaza, kita harus melewati check point yang sangat luar biasa sehingga dari lima-10 kilometer ada check point,” kata Ustadz Sonhaji dalam konferensi pers terkait update penyaluran bantuan dan kondisi terkini di Palestina, di Philantrophy Building Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Sehingga ia harus melakukan strategi agar bisa melewati perbatasan Rafah tersebut untuk menyalurkan bantuan berupa logistik dan uang tunai kepada masyarakat Palestina. Dia pun menjabarkan kondisi Jalur Rafah saat ini tidak jauh berbeda. Saat ini, bantuan-bantuan di dalam kontainer memang banyak yang dibiarkan menumpuk karena tidak bisa disegerakan masuk ke wilayah Gaza.
Antrean truk kontainer tersebut, kata Ustadz Sonhaji, panjangnya bisa lebih dari 10 kilometer. Dari banyaknya truk kontainer yang mengantre, hanya 10-30 truk yang bisa masuk ke Gaza. Tentunya, kebutuhan masyarakat Gaza jauh lebih banyak dari bantuan yang bisa masuk tersebut.
Direktur Komunikasi dan Teknologi Dompet Dhuafa Prima Hadi Putra menyampaikan kebutuhan masyarakat Palestina saat ini sekitar 300 truk kontainer per hari. Namun, bantuan yang bisa masuk ke Palestina hanya sebesar 10 persen atau 30 truk. Jumlah ini tentunya masih jauh dari kebutuhan masyarakat Palestina.
“Per hari Senin kemarin, ada 30 truk yang masuk ke Gaza. Artinya, situasinya memang cukup berbeda dan tidak bisa meng-cover seluruh kebutuhan masyarakat Palestina,” kata Putra.