Jumat 15 Sep 2023 17:36 WIB

Banyak Orang Salah Mengira Masjid Lautze Sebagai Kelenteng

Masjid ini telah menyaksikan lebih dari 1.000 orang China-Indonesia memeluk Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah melaksanakan Shalat Tarawih di Masjid Lautze, Jakarta, Sabtu (16/4/2022). Masjid Lautze yang terletak di kawasan Pasar Baru ini tidak menggelar salat tarawih berjamaah secara rutin setiap harinya, namun salat tarawih bersama hanya digelar pada Sabtu malam. Selain itu pelaksanaan salat tarawih dipimpin oleh para mualaf dan setiap dua rakaat sekali dilakukan pergantian imam. Tujuannya, agar para mualaf terbiasa memimpin shalat berjamaah.Prayogi/Republika
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagian luar Masjid Lautze yang berwarna merah, kuning, dan hijau bisa disalahartikan sebagai rumah orang China atau kelenteng. Namun, arsitektur masjid ini telah menjadi simbol asimilasi masyarakat Indonesia keturunan China dengan mayoritas penduduk asli Muslim.

Masjid yang berada di kawasan Pecinan Pasar Baru, Jakarta Pusat tersebut pernah disoroti oleh media Arab pada 2020. Bahkan, Arab News sempat mewawancarai langsung Imam Masjid Lautze, Naga Kunadi.

Baca Juga

“Banyak yang salah mengira masjid itu sebagai kelenteng, sehingga dua tahun lalu (2018), kami memasang papan bertuliskan nama masjid tersebut,” kata Kunadi dikutip dari Arab News, Kamis (14/2023).

Masjid tiga lantai ini merupakan bagian dari deretan bangunan di kawasan perbelajaan yang sibuk di sepanjang Jalan Lautze, yang menjadi asal nama masjid tersebut di Jakarta Pusat. Karena lokasinya, masjid ini hanya buka pada siang hari.

Kunadi, yang bernama China Qiu Xue Long, menjelaskan masjid ini didirikan pada 1991 oleh Yayasan Haji Abdul Karim Oei, yang diambil dari nama seorang nasionalis Muslim China-Indonesia, almarhum Abdul Karim Oei Tjeng Hien.

Masjid ini bertujuan memfasilitasi pertemuan masyarakat etnis China dan penduduk asli Muslim, terutama jika etnis China  ingin memeluk Islam. “Kami memahami kebutuhan khusus mualaf Tiongkok. Kami memahami apa yang mereka alami karena kami pernah mengalaminya sebelumnya,” kata Kunadi, yang masuk Islam sejak 2002.

Masjid pada awalnya menempati sebuah ruko dan beberapa tahun kemudian diperluas setelah memperoleh bangunan yang berdekatan untuk menampung 300 jamaah. “Eksterior ala Tionghoa juga untuk menunjukkan bahwa kita tetap menjaga warisan Tionghoa meskipun kita masuk Islam,” jelas Kunadi.

 

 

Salah satu putra Abdul Karim Oei...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement