Rabu 23 Aug 2023 09:43 WIB

Benteng Keraton Yogya yang Dulu Dihancurkan Bala Tentara Inggris Kini Berdiri Kembali

Sejarah Benteng Keraton Yogyakarta dengan Plengkung yang Dilengkapi Meriam Benteng.

Sisa bangunan Plengkung Madyasura atau Plengkung Buntet di Jalan Mantrigawen, Yogyakarta, Selasa (22/8/2023). Dahulu Plengkung Madyasura menjadi pintu gerbang utama menuju kediaman putra mahkota Keraton Yogyakarta. Namun, plengkung yang tinggal sisa-sisa ini rusak karena serbuan Inggris pada 1812 yang disebut Geger Sepehi. Gerbang ini sempat ditutup oleh Keraton Yogyakarta, oleh karena itu dikenal sebagai Plengkung Buntet. Meskipun ada pemugaran pada 1830an, tetapi bentuk asli plengkung tidak dikembalikan.
Foto:

Lima Plengkung Keraton Yogyakarta

Terdapat lima gerbang dengan pintu melengkung sebagai sarana keluar masuk benteng. Di atas gerbang terdapat pelataran yang dinamakan panggung. Pintu gerbang benteng disebut Plengkung atau Gapura Panggung, yang masing-masing plengkung dilengkapi dengan dua gardu jaga dan empat buah longkangan sebagai tempat meriam.

Kelima plengkung yang mengelilingi benteng itu disebut Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut, Plengkung Jagasura atau Plengkung Ngasem di sebelah barat laut, Plengkung Jagabaya atau Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gadhing di sebelah selatan, dan Plengkung Madyasura atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur. Plengkung Madyasura kadang disebut juga sebagai Plengkung Tambakbaya atau Plengkung Buntet (tertutup).

Pada setiap plengkung terdapat jembatan gantung yang dapat ditarik ke atas, sehingga plengkung tertutup dan jalan masuk ke dalam benteng terhalang oleh jagang. Semula, Plengkung ini terbuka dari pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB. Namun, jam buka ini kemudian dilonggarkan menjadi 05.00 WIB hingga 20.00 WIB, ditandai dengan bunyi genderang dan terompet dari prajurit di Kemagangan.

Desain Benteng Keraton Yogyakarta berbeda dibanding benteng-benteng kerajaan Mataram Islam sebelumnya, terutama tampak pada gerbang-gerbang yang tersebar di segala penjuru benteng. Dalam merancang benteng ini, Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi dulunya belajar banyak dari jatuhnya ibu kota Mataram-Kartasura ke tangan pemberontak pada peristiwa Geger Pacina/Perang Cina pada 1740-1743.

Dalam peristiwa tersebut, pasukan pemberontak Cina dan Jawa bergabung melawan VOC. Mereka menyerbu dan merebut Keraton Kartasura karena memandang bahwa Sri Susuhunan Paku Buwono II (1727-1749) memihak VOC. Ditilik dari modelnya yang mirip dengan benteng-benteng Eropa, kemungkinan besar benteng Keraton meniru sistem perbentengan Belanda di Batavia yang sempat diamati oleh Patih Kadipaten, Mas Tumenggung Wiroguno selama kunjungannya ke sana pada awal 1780-an.

Baca kelanjutan tulisan di halaman berikutnya..

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement