REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— KH Hasyim Asy'ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan pada 1926. Mbah Hasyim, panggilan sehari-harinya, memiliki peran yang signifikan selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Selama masa penjajahan Belanda dan menjelang kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy'ari berperan dalam mempersatukan umat Islam di Indonesia. Ia mampu mengumpulkan dukungan dari berbagai kelompok dan aliran Islam, mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada, dan mengarahkan upaya bersama menuju kemerdekaan.
Mbah Hasyim juga mendorong anggota Nahdlatul Ulama (NU) untuk aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Ia juga menjalin hubungan dengan pemimpin nasional Indonesia, termasuk Soekarno dan Hatta.
Saat Indonesia ingin direbut lagi oleh tentara sukutu, ada sebuah cerita di mana Mbah Hasyim juga ingin ikut membawa senjata untuk mempertahankan kemerdekaan dari tentara Belanda. Pada saat itulah Mbah Hasyim pertama kali memegang senjata api dan berlatih menembak.
Seperti diceritakan dalam buku “99 Kiai Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Doa dan Hizib” karya KH A Aziz Masyhuri, ketika pertama kali pengungsi berbondong-bondong memasuki daerah Jombang, Kota Surabaya sepenuhnya sudah dikuasai oleh Belanda.
Tentara Belanda sudah mulai menapakkan kakinya di perbatasan Krian, Mojokerto. Saat itulah rombongan Bung Tomo, pemimpin perjuangan dalam mempertahankan Kota pahlawan di tahun 1945 itu menginjakkan kakinya di pintu gerbang Pesantren Tebuireng
Lingkungan Pesantren saat itu lengang. Utusan yang terdiri dari para Laskar Surabaya langsung masuk menuju kediaman hadratus Syekh. Mereka kemudian ditemui oleh putra Mbah Hasyim, Yusuf Hasyim. Setelah itu, barulah Mbah Hasyim muncul di ruang tamu kediamannya.
Mengingat gentignya keadaan saat itu, tanpa basa-basi para utusan itu menghaturkan pesan Bung Tomo agar Mbah Hasyim mengungsi keluar dari Jombang. Namun, saran tersebut ditolak oleh Mbah Hasyim secara halus sambil tidak lupa ia mengucapkan terima kasih.
Penolakan Mbah Hasyim itu pun lantas menimbulkan tanda tanya, kenapa gerangan, hingga Ki Hasyim, tokoh spiritual itu enggan mengungsi keluar dari Jombang?
Bahkan, putrannya sendiri, Yusuf Hasyim, mengira, “Bapak pasti punya kesaktian tertentu untuk menghadapi tentara Belanda. Buktinya ia enggan mengungsi ke luar kota,” katanya.
Anggapan seperti itu tidak hanya muncul di benak Yusuf Hasyim, tapi juga di kalangan santri Tebuireng lainnya. “Betulkah Kiai Hasyim punya kesaktian atau semacam karomah secara langsung dari Allah untuk menolak Belanda”.
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Sebelum pertanyaan itu terjawab, tiba-tiba Mbah Hasyim memanggil Yusuf Hasyim dan berkata, “ Mana, kasih pinjam pistolmu itu.”
Yusuf Hasyim saat itu memang aktif di Hizbullah. Sebuah pistol merk Vikers yang selama ini menjadi senjata Yusuf kemudian diberikan kepada ayahnya. Senjata itu lantas dipandang penuh perhatian. Baru pertama kali ini Mbah Hasyim memegang senjata api.
“Masa dengan senjata ini saya tidak bisa menembak satu dua orang Belanda yang akan masuk ke sini,” ujar Mbah Hasyim.
Ternyata, demikian pikir Yusuf, bukan kesaktian yang akan digunakan ayahnya untuk melawan Belanda, melainkan senjata api, sebagaimana yang digunakan olehnya. Sejak saat itulah Mbah Hasyim berlatih menembak sasaran di sebuah halaman yang agak luas di belakang rumahnya. Ia dilatih oleh putranya sendiri. “Ada sekitar dua tiga peluru yang digunakan untuk berlatih,” kenang Yusuf.