Jumat 07 Jul 2023 15:23 WIB

OKI Gunakan Segala Cara Lawan Islamofobia, Termasuk Media dan Seni

Islamofobia kembali meledak dari kasus pembakaran Alquran di Swedia

Rep: Zahrotul Oktaviani, Mabruroh / Red: Nashih Nashrullah
Demonstran memamerkan dan menginjak bendera Swedia tiruan saat protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Karachi, Pakistan, Ahad (2/7/2023).
Foto: EPA/ SHAHZAIB AKBER
Demonstran memamerkan dan menginjak bendera Swedia tiruan saat protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Karachi, Pakistan, Ahad (2/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,  ANKARA – Organisasi Kerjasama Islam (OKI) semakin gencar menyerukan perang melawan Islamofobia dan penghinaan terhadap simbol-simbol agama. 

Terbaru, mereka meminta negara-negara anggota mensponsori produksi seni dan media, untuk mendukung agenda tersebut.

Baca Juga

"Langkah itu bertujuan untuk mengklarifikasi dan memperkuat prinsip-prinsip toleran Islam, yang menyerukan koeksistensi, toleransi dan menghormati satu sama lain dan meninggalkan kekerasan, intoleransi dan kebencian," kata Direktur Departemen Informasi OKI, Wajdi Ali Sindi, pada pertemuan darurat Serikat Penyiaran Negara-negara OKI (OSBU), dikutip di Anadolu Agency, Kamis (6/7/2023).

Pertemuan tersebut juga dilaporkan membahas seputar mekanisme menghadapi penodaan tempat suci agama di media. Hal ini dibahas setelah aksi pembakaran kitab suci Alquran, pekan lalu di Swedia.

Sindi mengatakan OKI bekerja dengan mitranya untuk meningkatkan pemahaman tentang penggunaan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab di media.

Di sisi lain, pihaknya juga berupaya untuk membangun mekanisme nasional, dengan meminta pertanggungjawaban media yang terus menyebarkan ujaran kebencian dan intoleransi, serta menerapkan strategi media OKI untuk memerangi Islamofobia.

Pekan lalu, seseorang yang diidentifikasi sebagai Salwan Momika membakar salinan Alquran di bawah perlindungan polisi, di depan masjid di Stockholm.

Tindakan kriminal tersebut memicu kecaman luas di negara-negara Arab dan Muslim, di tengah seruan agar Swedia mengakhiri tindakan semacam itu terhadap simbol-simbol Islam. 

Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko

Sementara itu,  Kelompok Muslim terkemuka di Amerika Serikat mendesak Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, untuk mengutuk pembakaran Alquran di Swedia. Perdana Menteri Swedia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat di Gedung Putih pada Rabu (5/7/2023). 

Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengatakan bahwa mereka mendorong Biden dan Kristersson untuk secara jelas menyangkal kefanatikan anti-Muslim dan mengutuk pembakaran Alquran yang terjadi di Swedia pekan lalu. 

"Kami bergabung dengan organisasi sipil Muslim, pemimpin agama dan negara-negara di seluruh dunia dalam mengutuk aksi pembakaran Alquran," kata Direktur Eksekutif Nasional CAIR, Nihad Awad, dalam sebuah pernyataan dilansir dari Middle East Monitor, Kamis (6/7/2023).

"Kami mendorong Perdana Menteri Swedia untuk secara jelas menolak ekstremisme anti-Muslim seperti itu selama kunjungannya ke Gedung Putih hari ini, dan kami mendorong Presiden Biden untuk melakukan hal yang sama," tambah pernyataan itu.

Awad mengatakan organisasi hak-hak sipil Muslim terbesar di Amerika Serikat berdiri dalam solidaritas dengan komunitas Muslim di Swedia dan komunitas Muslim Eropa yang lebih luas saat mereka menghadapi ancaman xenofobia, rasisme, dan kefanatikan anti-Muslim yang terus-menerus.

 

Sumber: anadolumiddleeastmonitor

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement