Selasa 09 May 2023 08:26 WIB

Soal RUU Kesehatan, Ketua PBNU: Pemerintah Harus Dengar Masukan

Ketua PBNU meminta pemerintah dan DPR serap aspirasi RUU Kesehatan

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah tenaga kesehatan saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). Aksi damai yang dilaksanakan oleh gabungan organisasi profesi kesehatan itu menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang dinilai berpotensi memecah belah profesi kesehatan, melemahkan perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan. Selain itu mereka juga menuntut pemerintah untuk memperhatikan sejumlah fasilitas kesehatan di daerah pelosok yang belum memadai.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah tenaga kesehatan saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). Aksi damai yang dilaksanakan oleh gabungan organisasi profesi kesehatan itu menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang dinilai berpotensi memecah belah profesi kesehatan, melemahkan perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan. Selain itu mereka juga menuntut pemerintah untuk memperhatikan sejumlah fasilitas kesehatan di daerah pelosok yang belum memadai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Fahrur Rozi yang akrab disapa Gus Fahrur menanggapi penolakan terhadap RUU Kesehatan. 

Menurut Gus Fahrur, pemerintah dan DPR  perlu mendengarkan masukan berbagai pihak. "Kita melihat penolakan begitu kuat, pemerintah dan DPR perlu mendengarkan masukan berbagai pihak dan melakukan proses diskusi ilmiah dengan komunikasi yang baik dengan stakeholder terkait," kata Gus Fahrur kepada Republika,co.id, Senin (8/5/2023) malam. 

Baca Juga

Gus Fahrur mengatakan, pemerintah dan DPR perlu menjelaskan secara rasional mengapa UU yang eksis perlu dicabut, diganti atau cukup disinergikan. 

Perlu juga dipelajari apakah ada kontradiksi serius antar-UU, sehingga perlu dilakukan perubahan. 

"Jika perlu ada tim ahli untuk melakukan kajian secara filosofis, yuridis, sosial dan kesehatan terkait urgensi UU omnibus yang diusulkan," ujar Gus Fahrur. 

Menurut Gus Fahrur, pemerintah harus melibatkan masyarakat dan organisasi profesi dalam penyusunan UU agar tepat sasaran dan memperlihatkan kejelasan tujuan, rumusan dan keterbukaan dalam proses penyusunannya. 

Supaya mengakomodasi kepentingan masyarakat secara adil dan dapat berjalan dengan baik, serta diterima semua kalangan masyarakat. 

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi mengatakan, aksi unjuk rasa para tenaga kesehatan di Monas, Jakarta Pusat pada Senin (8/5/2023) dilakukan untuk menyuarakan dampak RUU Kesehatan terhadap masyarakat. 

Adib mengatakan, meski lima organisasi kesehatan di semua wilayah Indonesia melakukan aksi di Monas, layanan kesehatan bagi masyarakat tetap terlaksana, mengingat tidak semua tenaga kesehatan ikut ke jalan menyuarakan aksi. 

“Kami menjamin layanan kesehatan masih ada. Karena ada teman-teman kami yang menjaga pelayanan,” kata Adib dalam orasinya, Senin (8/5/2023). 

Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnya

Adib menegaskan, apa yang disuarakan tenaga kesehatan saat ini merupakan perjuangan. Adib menambahkan, saat tenaga medis turun ke jalanan, ada hal yang melawan hati nurani. 

Untuk diketahui, para dokter, bidan, apoteker hingga perawat seluruh Indonesia melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Kesehatan di silang Monas, Jakarta Pusat pada Senin (8/5/2023). 

Dalam aksi yang ada, mereka dinaungi lima organisasi yakni IDI, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement