Senin 27 Mar 2023 20:47 WIB

Pembentukan Komite Fatwa Halal, Guru Besar UIN Jakarta Sebut Sesuai dengan Hukum

Pemerintah memiliki target 1 juta sertifikat halal pada tahun 2023.

Guru Besar UIN Jakarta, Profesor Ahmad Tholabi Kharlie
Foto: Dokpri
Guru Besar UIN Jakarta, Profesor Ahmad Tholabi Kharlie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Keberadaan Pelaksana Tugas Komite Fatwa Produk Halal yang dibentuk Menteri Agama sebagai tindak lanjut Pasal 33 A dan Pasal 33 B Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menimbulkan polemik. Komite Fatwa Produk Halal tersebut dituding sebagai bentuk negara terlalu masuk dalam urusan agama. Padahal dalam perspektif ilmu perundang-undangan, keberadaan Komite Fatwa Produk Halal merupakan langkah yang tepat. 

Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tholabi Kharlie, menilai keberadaan Komite Fatwa Produk Halal yang dibentuk Menteri Agama sebagai tindak lanjut Perppu No 2 Tahun 2022, yang saat ini telah menjadi UU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, merupakan langkah yang tepat dan di jalur yang tepat.

Baca Juga

“Tidak ada soal dengan Komite Fatwa Produk Halal tersebut. Dari perspektif ilmu perundang-undangan, atribusi atau delegasi UU itu ya semestinya ditujukan kepada lembaga yang dibentuk oleh negara, bukan lembaga swasta,” tegas Tholabi di Jakarta, Senin (27/3/2023).

Dia juga menegaskan dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No 297 Tahun 2023 tentang Pelaksana Tugas Komite Produk Halal secara yuridis memiliki payung hukum yang jelas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tholabi menggarisbawahi dalam Diktum Kedua KMA tersebut secara tegas disebutkan tentang kewenangan Pelaksana Tugas Komite Fatwa Produk Halal dibatasi pada dua hal, yakni jika MUI melampaui batas waktu penetapan kehalalan produk yang diatur melalui peraturan perundang-undangan.

“Kedua, kewenangan Pelaksana Tugas Komite Fatwa Produk Halal ini hanya ditujukan kepada  pemohon dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),” jelas Tholabi. 

Lebih lanjut Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar HTN-HAN (APHTN-HAN) ini menyebutkan, bila melihat komposisi Komite Fatwa Produk Halal yang dibentuk Kemenag diisi oleh para ulama dan  pakar di bidangnya. Dari sisi kompetensi, kata Tholabi, tak perlu diragukan. “Komposisi Pelaksana Tugas Komite Fatwa Produk Halal tak perlu diragukan, diisi oleh kalangan ulama dan pakar di bidangnya. Jadi tidak relevan menyoal kompetensi Komite ini,” tegas Tholabi.         

Tholabi juga menampik bila ketentuan yang tertuang dalam Perppu Cipta Kerja ini terkait Komite Fatwa Produk Halal merupakan bentuk intervensi negara terhadap agama.  Menurut Tholabi, kendati Komite Fatwa Produk Halal dibentuk oleh pemerintah tidak lantas menjadikan substansi dari produk Komite ini diintervensi oleh negara. “Terlalu gegabah jika menyebut Komite ini merupakan bentuk intervensi negara terhadap agama. Keberadaan komite semata-mata ingin meneguhkan Indonesia sebagai negara hukum,” sebut Tholabi. 

Meski demikian, Tholabi menyarankan agar semakin memperkuat komunikasi dan sinergi antara Kementerian Agama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar tidak terjadi benturan satu lembaga dengan lembaga lainnya. Apalagi, kata Tholabi, pemerintah memiliki target 1 juta sertifikat halal pada tahun 2023 ini. “Saya kira perlu memperkuat sinergi antara Kemenag, Komite Fatwa Produk Halal, dan Komisi Fatwa MUI agar terjadi pemahaman yang sama dan tidak menimbulkan kecurigaan,” saran Tholabi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement