REPUBLIKA.CO.ID, KUALA TERENGGANU -- Majelis Agama Islam dan Adat Melayu (MAIDAM) Terengganu hari ini mengeluarkan imbauan yang melarang ceramah agama dan kegiatan politik oleh politisi di semua masjid dan surau di seluruh negara bagian.
Presiden MAIDAM Terengganu, Datuk Shaikh Harun Shaikh Ismail mengatakan larangan itu mencakup semua anggota majelis negara bagian, anggota parlemen dan anggota dewan negara.
Ia mengatakan untuk menjunjung tinggi kesucian masjid dan surau yang juga merupakan simbol pemersatu umat Islam, tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan politik yang dapat menimbulkan ketegangan di masyarakat.
"Sultan Mizan Zainal Abidin mengungkapkan kesedihannya atas keterlibatan segelintir politisi yang menyampaikan ceramah dan ajaran agama, serta bertindak sebagai khatib dan imam untuk sholat Jumat tanpa izin MAIDAM," katanya, dilansir dari laman Bernama, Ahad (5/3/2023).
“Yang Mulia ingin masjid dan surau berfungsi dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan tidak terkontaminasi unsur politik,” katanya dalam keterangan tertulis hari ini.
Selain larangan ceramah, bincang-bincang, dan kegiatan politik, Syekh Harun mengatakan, semua anggota majelis, anggota parlemen, dan anggota dewan negara juga dilarang menjadi imam dan khatib di masjid dan surau di negara bagian.
Bahkan, kata dia, seluruh pengurus dan anggota pengurus masjid dan surau perlu memastikan narasumber yang diundang, dosen, tenaga pengajar, dan khatib sholat Jumat memiliki kredensial atau pengesahan yang dikeluarkan oleh MAIDAM.
“Seluruh pimpinan dan aktivis parpol juga dilarang menyampaikan ceramah atau pengajian di Terengganu, kecuali yang bersertifikat atau seizin MAIDAM," jelasnya.
“Setiap program keagamaan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah, badan hukum, anak perusahaan negara dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang diselenggarakan di gedung-gedung dinas atau tempat-tempat umum, harus memastikan pembicara, dosen atau panelis yang diundang, mendapat persetujuan dari MAIDAM,” ujarnya.