Senin 05 Sep 2022 20:18 WIB

Lima Isu Dibahas di Kongres Ulama Perempuan Indonesia II

Kongres Ulama Perempuan Indonesia II bahas lima isu.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Lima Isu Dibahas di Kongres Ulama Perempuan Indonesia II. Foto: Jilbab. Ilustrasi
Foto: .
Lima Isu Dibahas di Kongres Ulama Perempuan Indonesia II. Foto: Jilbab. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II bertema “Menegukan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan” rencananya akan diselenggarakan di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah pada 23-26 November 2022. Ada lima tema dan isu yang akan dibahas dalam perhelatan KUPI II.

Ketua Umum Panitia Pelaksana atau Organizing Committee (OC) KUPI II, Nyai Masruchah, mengatakan, tema-tema yang akan didiskusikan dalam perhelatan KUPI II terdiri dari isu-isu sentral dan isu-isu tambahan. Isu yang sentral akan dikelola melalui kegiatan-kegiatan yang dipegang langsung oleh kepanitiaan pusat. Sementara yang tambahan melalui kegiatan-kegiatan (side events) yang bisa dikelola oleh mitra jaringan.

Baca Juga

Ia menjelaskan, tema dan cakupan isu-isu yang sentral terdiri dari lima hal. Pertama, paradigma dan metodologi. Ini mencakup isu-isu mengenai paradigma KUPI, sumber-sumber pengetahuan dan gerakan KUPI, metodologi keputusan sikap dan pandangan keagamaan KUPI. Perspektif perempuan sebagai basis rujukan pengetahuan, aktivisme, dan fatwa dalam KUPI, konseptualisasi dan implementasi kerangka maqashid syari’ah, pendekatan ma’ruf, pendekatan mubadalah, pendekatan keadilan hakiki dalam pengetahuan dan kerja-kerja praktis KUPI.

"Kedua, tema keluarga, mencakup isu-isu mengenai pengembangan konsep keluarga yang berbasis pengalaman jaringan KUPI. Konsep qiwamah dan wilayah dalam keluarga. Relasi marital, parental, dan familial. Kekerasan dalam rumah tangga. Stunting dan kemiskinan. Resiliensi keluarga terhadap berbagai tantangan sosial, seperti pornografi, narkoba, radikalisme dan ekstremisme, termasuk isu-isu khas yang telah menjadi perhatian KUPI, yaitu pemaksaan perkawinan, pemotongan genetalia perempuan, perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan," kata kata Nyai Masruchah kepada Republika, Senin (5/9/2022).

Ia menyampaikan, tema dan isu yang ketiga adalah kepemimpinan perempuan. Ini mencakup isu kepemimpinan dan peran perempuan dalam melindungi bangsa dari ideologi intoleran dan yang menganjurkan kekerasan. Kepemimpinan ulama perempuan di akar rumput. Kepemimpinan ulama perempuan di pesantren, dan lembaga atau organisasi keagamaan. Serta eksistensi dan otoritas kepemimpinan ulama perempuan dalam kerja-kerja advokasi di hadapan negara, untuk berbagai isu yang melibatkan perempuan dan anak-anak, seperti penguatan ekonomi komunitas, perlindungan buruh migran, difabel, lansia, dan kelompok-kelompok rentan yang lain.

"Keempat, gerakan keulamaan perempuan, mencakup isu-isu tentang karakter gerakan KUPI. Pelibatan jaringan muda dan milenial dalam gerakan KUPI, kerja-kerja digital sebagai kerjasama dakwah dan gerakan KUPI, kerja-kerja kultural dan struktural ulama perempuan dalam merespon maraknya politisasi dan komersialisasi agama, serta radikalisme dan ekstremisme kekerasan," ujar Nyai Masruchah.

Ia menambahkan, tema dan isu kelima yang dibahas dalam KUPI II adalah perlindungan dan pemeliharaan alam. Ini mencakup isu-isu pengalaman jaringan KUPI dalam kerja-kerja pelestarian alam, argumentasi teologis untuk kerja-kerja keberlanjutan alam, praktik baik penanganan bencana oleh komunitas agama atau kepercayaan dan kearifan lokal. Serta pesantren dan lembaga pendidikan untuk keberlanjutan alam, pengelolaan sampah demi keberlanjutan alam, dan isu-isu lain yang relevan.

Nyai Masruchah menjelaskan, selain isu-isu utama tersebut, KUPI II juga membuka ruang untuk eksplorasi tema-tema lain yang selaras dengan paradigma rahmatan lil ‘alamin, akhlak karimah, kemanusiaan, dan kesemestaan. Seperti tema-tema tentang difabel, lanjut usia, buruh migran, perlindungan hak asasi manusia, bonus demografi, isu-isu anak muda dan milenial, isu-isu sustainable development goals (SDGs), pencegahan ekstremisme kekerasan, kebijakan-kebijakan yang diskriminatif, pendidikan perempuan, dan tema-tema lain yang relevan, terutama tentang relasi keadilan gender.

"Tema-tema ini, dengan berbagai perspektif yang lebih luas, bisa dimunculkan dalam kegiatan- kegiatan tambahan (side events) yang dikelola oleh para mitra jaringan," kata Nyai Masruchah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement