REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan Alquran Braille untuk pendidikan agama yang inklusi menjadi suatu keniscayaan. Percetakan Alquran Braille yang dimiliki Yayasan Raudlatul Makfufin menjadi salah satu yang percetakan yang mendistribusikan Alquran Braille di Indonesia. Dalam sehari, mereka mampu menghasilkan maksimal 5- 10 set Alquran. Satu set Alquran Braille berisikan 30 juz dalam 30 buku berbeda.
"Distribusi ini bergantung dari permintaan teman-teman di daerah.Tapi selama ini kami hampir mendistribusikan hampir ke seluruh Indonesia," kata Kepala Unit Percetakan Braille Yayasan Raudlatul Makfufin, Achmad Wahyudi. Percetakan tersebut juga disebut-sebut melakukan kerja sama dengan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ)Kementerian Agama.
Permintaan dari daerah biasanya meninggi jelang bulan Ramadhan. Biasanya, mereka yang meminta dicetak Alquran Braille ini adalah teman tunanetra yang baru belajar Alquran, atau mengganti Alquran Braille yang sudah lama.Kualitas kertas Braille ini maksimal bertahan dengan baik selama tiga hingga empat tahun.
Wahyu menyebut, dalam menggunakan dan menyimpan Alquran Braille diperlukan kehati- hatian khusus. Jika disimpan dengan cara ditumpuk, hal ini akan berpengaruh pada titik timbul atau huruf Braillenya. Pun, jika saat meraba terlalu keras menekan kertasnya, juga akan berpengaruh.Awal produksi, ada beberapa lembaga yang bekerjasama dan mewakafkan dananya untuk dijadikan Alquran Braille.Setelahnya kita distribusikan. Dana wakaf ini sampai sekarang masih ada dan terus kita produksikan,"katanya.
Sejauh ini, ia menyebut percetakan Alquran Braille di Indonesia memang terbatas jumlahnya. Total yang ia tahu hanya ada empat percetakan, dua di Jawa Barat, satu di Jakarta, dan percetakan Raudlatul Makfufin di Tangerang. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama pun berupaya untuk menghadirkan Alquran khusus bagi teman-teman disabilitas. Kepala LPMQ Dr Muchlis M Hanafi menyebut, saat ini ada dua jenis mushaf Alquran, yaitu Alquran braille bagi tunanetra dan mushaf isyarat bagi penyandang disabilitas sensorik rungu wicara (PDSRW)atau tunarungu.
"Alquran Braille ini sudah ada sejak ditetapkannya KMA tentang mushaf Alquran standard Indonesia tahun 1984. Ini lalu kita kembangkan sejak 2011, dibuatkan pedoman membaca dan menulis Braille, terjemahannya, bahkan literasi keagamaan terkait tafsir," kata dia.
Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) ABK KH Ahmad Dahlan, Athfal Fadholi, mengaku tidak merasa kesulitan dalam mengakses Alquran Braille. Biasanya ia akan dibantu dikirim Alquran oleh SLB di Lebak Bulus, Jakarta, yang merupakan temannya sesama alumni dari pendidikan khusus. Di Lebak Bulus itu ada SLB tunanetra.Teman-teman itu akan memberi informasi dan membantu mengirimkan Alquran," kata dia.
Hal yang sama juga disampaikan Pimpinan Pesantren Tahfidz Tunanetra Ma'had Sam'an Darushudur, Ridwan Effendi. Sejauh ini, ia tidak mengalami kendala dalam mengakses Alquran Braille, melalui kerja sama dengan beberapa lembaga dan donasi.Pondok Tahfidz Sam'an disebut- sebut memanfaatkan dua media dalam pembelajaran Alquran, tidak hanya Alquran Braille, tetapi juga Alquran audio digital.
"Fungsi perabaan Alquran kita maksimalkan, fungsi pendengaran juga kita manfaatkan. Alquran digital ini untuk melengkapi dan membantu mendengarkan maupun menghafal," kata dia.