REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jiwa Muhammad semakin matang setelah menikah dengan Khadijah bint Khuwailid dan dikaruniai putra putri yang menyenangkan hati. Kepada keluarganya Muhammad paling lembut dan penuh kasih sayang
"Sifatnya yang sangat rendah hati lebih kentara lagi. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan hati-hati sekali tanpa menoleh kepada orang lain," tulis Husen Heikal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Tidak saja mendengarkan kepada yang mengajaknya bicara, bahkan ia memutarkan seluruh badannya. Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak ia mendengarkan, bila bicara selalu bersungguh-sungguh.
"Tapi sungguhpun begitu iapun tidakmelupakan ikut membuat humor dan bersenda-gurau. Tapi yang dikatakannya itu selalu yang sebenarnya," katanya.
Kadang ia tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat.
Ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Bijaksana ia, murah hati dan mudah bergaul.
Baca juga : Gubernur Klarifikasi Foto Putra NTB Ikut Olimpiade Alquran
Tapi juga ia mempunyai tujuan pasti, berkemauan keras, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia.
"Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergaul dengan dia akan timbul rasa cinta kepadanya," katanya.
Alangkah besarnya pengaruh yang terjalin dalam hidup kasih-sayang antara dia
dengan Khadijah sebagai isteri yang sungguh setia itu. Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat hari-hari.
Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung, pernah menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuk. Sebelum itupun pihak Quraisy memang sudah memikirkannya.
Tempat yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut; kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi beratap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka.