REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dewan Muslim Amerika India (IAMC) mengutuk penggusuran paksa yang dimulai pada 20 September di Assam, India. Penggusuran tersebut bertujuan mengusir penduduk yang sebagian besar Muslim dan berbahasa Bengali dari rumah mereka.
Saat ini, hampir 800 keluarga diusir dalam aksi itu dan empat bangunan keagamaan dihancurkan. Penggusuran terjadi walaupun 246 orang telah mengajukan petisi untuk tetap tinggal dan sidang yang dijadwalkan pada Selasa ditunda.
IAMC membahas salah satu video yang menunjukkan polisi menembaki warga sipil saat mereka tengah bersembunyi dibalik pohon dan gubuk dengan dua orang dipastikan tewas. Salah seorang korban adalah Sheikh Farid, bocah lelaki yang berusia 12 tahun. Sementara korban lain, Moinul Haque ditembak di bagian dada dan dipukul hingga tewas dengan tongkat.
Bahkan, setelah kematian Haque, seorang fotografer terlihat berulang kali menendang mayatnya. Banyak istri dan anak-anak yang telah kehilangan rumah mereka dan sosok pencari nafkah di keluarga mereka. Padahal para korban memiliki kartu Aadhaar, bukti identitas mereka dan hak tinggal di sana.
Dilansir The Siasat Daily, Rabu (29/9), penyerangan ini menunjukkan kepemimpinan Partai Bharatiya Janata (BJP) di Assam menargetkan Muslim sebagai imigran ilegal dan melakukan kekerasan terhadap Muslim. Di bawah Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan, umat Islam sudah berada di bawah tekanan untuk membuktikan kewarganegaraan mereka melalui dokumentasi hukum, terlepas dari kenyataan dokumentasi semacam itu sulit didapat. Bahkan, bagi mereka yang sudah memilikinya, tak bisa menjamin adanya perlindungan.
Baca juga : Arab Saudi Siapkan 25 Jalur Baru di Sekitar Area Tawaf
Direktur Eksekutif IAMC Rasheed Ahmed mengatakan penggusuran di Assam adalah gejala Perdana Menteri India Narendra Modi untuk membuat Muslim India tidak memiliki kewarganegaraan di tanah air mereka. “Jika India ingin tetap menjadi demokrasi sekuler, maka ia harus mengalihkan fokusnya dari secara sepihak menyatakan warga negara India sebagai ilegal dan mencabut undang-undang diskriminatif yang mengarah pada skala kebrutalan ini,” kata Ahmed.