Kamis 16 Sep 2021 20:25 WIB

Belum Semua SDM Pesantren Siap Buat Laporan Keuangan

Pesantren harus melaporkan sumber dana dan penggunaan kepada Kemenag.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Belum Semua SDM Pesantren Siap Buat Laporan Keuangan. Foto: Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto: ADENG BUSTOMI/ANTARA FOTO
Belum Semua SDM Pesantren Siap Buat Laporan Keuangan. Foto: Ilustrasi Pondok Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren dipublikasikan media massa. Banyak pesantren mengetahui bahwa mereka harus melaporkan sumber dana dan penggunaannya kepada Kementerian Agama (Kemenag).

Mengetahui hal tersebut, ada pesantren yang merespon dengan menyampaikan tidak semua pesantren memiliki sumber daya manusia (SDM) untuk membuat laporan keuangan seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2021.

Baca Juga

Saat ditanya apakah Kemenag akan melakukan pendampingan kepada pesantren-pesantren yang belum punya SDM untuk membuat laporan keuangan, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur, mengatakan, perlu disiapkan semuanya agar tidak ada yang masuk hotel prodeo.

Waryono membenarkan, saat ini masih dalam persiapan aturan teknis atau petunjuk teknis pelaporan keuangan pesantren. Agar tidak ada pesantren yang keliru dalam menjalankannya.

Ia juga mengakui belum semua pesantren siap SDM-nya untuk melakukan pelaporan keuangan seperti yang dituntut Perpres Nomor 82 Tahun 2021.

"Belum semuanya (belum semua pesantren siap), karena pesantren itu macam-macem (kemampuannya)," kata Waryono melalui pesan singkat kepada Republika, Kamis (16/9).

Sebelumnya, Waryono, mengatakan, Perpres Nomor 82 Tahun 2021 adalah amanat UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang pesantren. Perpres ini disusun bersama komponen pesantren, tentu tidak semua pesantren terlibat tapi organisasi pesantren diundang untuk membahas Perpres ini.

"Dalam konteks pelaporan (sumber dana dan penggunaannya), mohon maaf, sebagian pesantren untuk pelaporan itu berat, tapi karena ini tuntutan undang-undang, semuanya harus akuntabel dan transparan, meskipun dana CSR agar ada laporan kepada menteri (agama)," kata Waryono kepada Republika, Selasa (14/9).

Ia mengatakan, Kemenag ingin memastikan bahwa CSR dari berbagai perusahaan atau mitra tepat digunakan untuk membantu pesantren. Maka Kemenag mendorong semua warga pesantren agar ada kesadaran pelaporan ini.

Ia menegaskan, Kemenag ingin memastikan pihak yang memberikan CSR tepat sasaran, kalau tidak tepat maka bisa diingatkan. Sebab perusahaan yang memberikan CSR kepada pesantren tentu punya tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitarnya. Kalau pemberian CSR tidak tepat sasaran akan merugikan.

"Karena ada perhatian dari negara melalui undang-undang dan regulasi turunannya, secara otomatis pesantren yang sudah memiliki izin operasional ini mengikuti regulasi yang ada, meskipun pesantren secara umum mandiri didirikan oleh kiai atau yayasan, tapi ketika ingin mendapatkan akses terkait pendanaan pesantren ya harus dilaporkan," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, pasal-pasal dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2021 menyebutkan, pesantren harus melaporkan ke Kemenag bila menerima langsung hibah luar negeri dari lembaga non-pemerintah negara asing atau warga negara asing. Hibah luar negeri kepada pesantren dilarang digunakan untuk tujuan di luar penyelenggaraan pesantren.

Pengelola pesantren wajib menyampaikan laporan sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren yang berasal dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada Kemenag. Kemenag melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap sumber dan pemanfaatan pendanaan penyelenggaraan pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement