Selasa 20 Jul 2021 17:58 WIB

Muhammadiyah dan Jepang dalam Lintasan Sejarah

Hubungan Muhammadiyah dengan Jepang jauh lebih kompleks dan telah berlangsung lama.

Muhammadiyah dan Jepang dalam Lintasan Sejarah. Haedar Nashir saat menjadi wartawan Suara Muhammadiyah mewawancarai Prof Mitsuo Nakamura.
Foto:

Di samping itu, ada bentuk lain relasi Muhammadiyah dengan Jepang di masa ini, yakni dimasukkannya tokoh Muhammadiyah dalam usaha propaganda Jepang. Pada tahun 1943 Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), lembaga yang dipimpin para pemimpin Indonesia dengan tujuan untuk membantu Jepang dalam melawan Sekutu. Pimpinan badan ini dikenal sebagai Empat Serangkai, dan mencerminkan kombinasi antara kalangan nasionalis dan Islam.

Dari kalangan nasionalis ada Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantoro, sementara kalangan Islam diwakili K.H. Mas Mansur. Mas Mansur adalah Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dari tahun 1937-1942 dan dikenal pula sebagai aktivis pergerakan nasional dengan keterlibatannya di Sarekat Islam pada masa kolonial.

Pascakekalahan Jepang di Perang Dunia Kedua dan Indonesia menjadi sebuah negara merdeka, relasi antara Muhammadiyah dan Jepang masih berlanjut, namun dalam bentuk yang benar-benar berbeda. Di dekade 1970an, Muhammadiyah kembali hadir dalam memori orang Jepang, dan kehadiran Muhammadiyah itu bahkan terasa di Negeri Jepang sendiri. Pada Maret 1977, Wakil Ketua IV PP Muhammadiyah, H. dr. Kusnadi, berkunjung ke Tokyo.

Tujuannya adalah ke kantor Japan Islamic Congress (JIC), sebuah organisasi Islam yang dikelola oleh kaum Muslim Jepang. Di sana ia bersua dan berbincang-bincang dengan Presiden JIC, dr. H. Shawqi Hedio Futaki. Pertemuan ini mencerminkan besarnya atensi dan apresiasi pihak di luar Muhammadiyah terhadap kontribusi persyarikatan di berbagai bidang, baik keagamaan, kesehatan maupun pendidikan.

Pertemuan berlangsung dengan hangat. Shawqi menjelaskan tentang konsep dan wujud usaha JIC dalam mengembangkan Islam di Jepang. Di sisi lain, Kusnadi menerangkan tentang kegiatan Muhammadiyah dalam mendakwahkan Islam di Indonesia. Keduanya sepakat untuk saling mendukung dalam usaha penyiaran Islam dan bekerja sama secara keorganisasian guna memajukan Islam.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada Februari 1980, Muhammadiyah menunjukkan penghargaan lebih besar pada JIC. Bentuknya adalah dengan menempatkan foto H. Dr. A. Haaqim Yoshida (Sekjen JIC) dan HA Kareem Shoji Nakamura (imam Masjid Shinjuku, Tokyo) sebagai kover di sampul depan Suara Muhammadiyah edisi bulan itu.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement