Ahad 11 Jul 2021 07:56 WIB

Mengenang KH Zainuddin Djazuli, Pendobrak Kekolotan Salaf

Gus Din menyederhanakan bahasa kitab kuning.

Mengenang KH Zainuddin Djazuli, Pendobrak Kekolotan Salaf. KH Zainuddin Djazuli
Foto:

Kiai Djazuli, sang pendiri, dahulunya adalah mahasiswa STOVIA, perguruan tinggi kedokteran di Batavia pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Wajar karena ayah Kiai Djazuli (kakek Gus Din) seorang bangsawan bernama Raden Mas Usman yang menjabat Onder Distrik atau penghulu kecamatan.

Dibandingkan dengan pondok-pondok pesantren salaf di Jatim pada umumnya, Pondok Ploso usianya relatif lebih muda. Saat Pondok Ploso didirikan pada 1925 oleh Kiai Djazuli, pondok-pondok pesantren salaf besar lainnya di Jawa, seperti Lirboyo, Jampes, Kencong (Kediri), Tebuireng, Peterongan, Tambak Beras, Denanyar (Jombang), Sidogiri, Besuk (Pasuruan), dan Sarang (Rembang, Jawa Tengah) sudah lama ada.

Saat kembali ke Pondok Ploso, Gus Din tidak ingin pondok salaf yang materi utama pelajarannya kitab kuning itu terlihat kolot, kuno, dan terbelakang. Bidang konstruksi yang ditekuninya meskipun tidak lama, mulai membuahkan hasil.

Menjelang akhir 1980-an, Gus Din mendirikan kompleks PP Al Falah II yang berada di sebelah selatan Pondok Ploso induk peninggalan ayahandanya itu. Model bangunan lebih mirip hotel dan tidak seperti pondok pesantren pada umumnya.

Kamar-kamar santri yang jumlahnya diperkirakan mencapai 32 unit dibangun dalam bentuk persegi panjang dua lantai yang bagian tengahnya terdapat taman seukuran tiga kali lapangan bola basket. Taman bunga di tengah kompleks PP Al Falah II diterangi lampu-lampu merkuri.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement