REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah meresmikan masjid Taksim di alun-alun Taksim Istanbul bulan lalu. Pembangunan masjid tersebut dianggap kontroversial karena harus menghancurkan monumen pendiri republik Turki sekuler, Mustafa Kemal Ataturk.
Masjid Taksim diperkirakan akan mampu menampung hingga 4.000 jamaah sholat. Pembangunan masjid ini merupakan janji dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa. Hal ini sekaligus memicu perdebatan tentang peran rumah ibadah Islam sebagai bagian dari agenda Islam AKP.
Belum lagi peresmian pendirian masjid ini dilakukan setahun setelah Hagia Sophia diresmikan sebagai masjid. Hagia Sophia merupakan katedral Byzantium abad ke-16 yang kemudian dijadikan sebagai museum selama beberapa dekade atas perintah Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Turki modern.
Ahval News kemudian menanyakan kepada penduduk setempat tentang arti keberadaan Masjid Taksim bagi kawasan rekreasi dan wisata yang menjadi jantung protes Gezi 2013 terhadap pemerintah. Ahval juga menanyakan hal serupa kepada arsitek Ahmet Turan Koksal.
Menurut Koksal, pembangunan Masjid Taksim merupakan sebuah keuntungan politik bagi AKP. Pembangunan ini sebagai cara partai menarik simpati masyarakat.
“Proyek semacam itu telah dilihat sebagai cara yang bagus untuk mengumpulkan suara,” kata Koksal," ujar Koksal.
Istanbul sudah menjadi rumah bagi lebih dari 3.300 rumah ibadah Muslim. Selama setahun terakhir, pemerintah telah membangun Masjid Agung Atasehir Mimar Sinan di Istanbul, Masjid Agung Amlica, Masjid Taksim, dan Masjid Burhaniye Ehriban Hatun, semua bangunan megah yang mendapat kecaman luas.
Koksal menunjukkan arsitek di belakang Masjid Taksim, Efik Birkiye, juga merancang masjid di pintu masuk Istana Kepresidenan di Ankara dan Bandara Istanbul. "Struktur arsitektur yang terkenal, gerakan politik yang terkenal, dan juga pada saat yang buruk,” kata Koksal.
Birkiye, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Hurriyet, mengatakan ia terinspirasi oleh Art Nouveau dari wilayah Taksim dalam merancang masjid. “Saya tidak melihat Art Nouveau dalam struktur itu. Ini adalah gaya salin-tempel yang telah dia gunakan sebelumnya,” kata Koksal.
Bagi Ketua Kamar Arsitek cabang Istanbul Esin Koymen, Masjid Taksim melanggar tekstur budaya alun-alun dengan membangun masjid yang begitu megah. “Adalah masalah bahwa masjid sebesar itu dibangun di sebelah fasilitas air bersejarah dan secara visual seolah-olah bangunan irigasi itu bagian dari masjid,” katanya.
Koymen menjelaskan Taksim telah menjadi pusat tarik-menarik politik selama beberapa dekade, yang telah mengorbankan identitasnya, sesuatu yang sulit dipahami oleh para arsitek. Masjid Taksim terletak tepat di seberang Taman Gezi, rumah protes 2013 yang merupakan tantangan terbesar yang dihadapi Erdogan sejak partai AKP naik ke tampuk kekuasaan pada 2002. Sulit untuk mengabaikan pesan politik yang diberikan melalui Taksim Square.
Akan tetapi, pandangan-pandangan ini sungguh berbeda dengan kenyataan menurut masyarakat setempat. Mereka mengaku keberadaan masjid taksim dibutuhkan untuk menampung jamaah sholat.
Misalnya, seorang pengunjung Masjid Taksim, Zzeet, mengatakan masjid baru itu diperlukan karena ada ribuan Muslim mengunjungi daerah itu setiap hari dan hampir tidak ada masjid. “Akhirnya ada masjid di Taksim dan umat Islam bisa bergembira. Ini adalah negara Muslim pada akhirnya,” kata Zzeet, dilansir di Ahval News, pekan lalu.
Faktanya, ada tiga masjid lain di Jalan Istiklal Taksim yang terkenal, yakni Masjid Huseyinaga, Masjid Taksim, dan Ali Bey (area sholat) yang tidak memiliki detail masjid tetapi berfungsi sebagai ruang untuk jamaah. Menurut data dari Kantor Mufti Istanbul, ada total 98 masjid di kawasan ini.
“Ini adalah sedikit situasi yang berkaitan dengan narasi ideologis atas ruang kota,” ujar Koymen.
https://ahvalnews.com/taksim-mosque/taksims-new-mosque-social-necessity-or-political-symbol